Nationalgeographic.co.id – Data dari The Ocean Conservacy pada 2017 menunjukkan bahwa jutaan sampah puntung ditemukan di lautan. Hal ini menjadikan puntung sebagai sampah yang paling banyak di sana.
Data dari Tobacco Control, mengungkapkan bahwa puntung yang berada di lautan dapat berbahaya bagi kehidupan biota laut. Jumlah yang signifikan ini tak lepas dari kebiasaan perokok dewasa dalam membuang puntung secara sembarangan. Banyak orang menganggap sampah puntung tidak akan berdampak besar, nyatanya ia juga menjadi salah satu jenis sampah yang berbahaya bagi lingkungan.
Mereka tidak sadar bahwa puntung yang dibuang begitu saja di jalanan, taman, pantai, selokan, dan saluran air, akan berakhir di lautan dan bisa mengancam kelangsungan ekosistem. Philip Morris International, bersama dengan Kantar, mencoba memahami kebiasaan para perokok dalam membuang sampah puntung rokoknya.
Baca Juga: Meski Kecil, Sampah Puntung Tak Bisa Disepelekan
Survei yang dilakukan pada pada 12.800 orang di 10 negara di enam benua antara Maret hingga Mei 2020 ini, menunjukkan bahwa sekitar 25% perokok dewasa kerap membuang sampah puntung sembarangan karena merasa itu “merupakan hal yang normal”. Satu dari delapan responden juga mengatakan bahwa hal tersebut tidak akan mencemari lingkungan. Anggapan ini yang pada akhirnya menciptakan potensi membuang sampah puntung sembarangan semakin tinggi.
Meski begitu, di sisi lain, masih ada harapan untuk menangani masalah sampah puntung ini. Sebab, data dari survei yang sama melihat adanya potensi perubahan perilaku dari kebiasaan membuang sampah puntung sembarangan.
Diketahui bahwa hampir separuh dari responden (yakni sekitar 47 persen) mengaku merasa "sangat marah" saat melihat seseorang membuang puntung di depan umum.
Selain itu, 59 persen partisipan mengaku lebih peduli tentang kondisi alam dan lingkungan setelah pandemi COVID-19. Dua pertiga di antaranya (65 persen responden) juga merasa lebih bertanggung jawab atas dampak perilaku dan tindakan mereka terhadap lingkungan sekitarnya.
Yang paling penting, ketika ditanya apa yang harus dilakukan perusahaan rokok untuk mengurangi sampah puntung rokok, 52 persen dari mereka memilih program “peningkatan kesadaran dan edukasi” bagi masyarakat luas.
Hal inilah yang mendasari PT HM Sampoerna Tbk. (Sampoerna) untuk membuat perbedaan dan berperan dalam menangani masalah sampah puntung rokok. Sampoerna berkomitmen memberikan pemahaman kepada perokok dewasa untuk mencegah kebiasaan membuang sampah sembarangan terutama sampah puntung.
Untuk mengatasi isu lingkungan ini, Sampoerna juga menggandeng berbagai pemangku kepentingan mulai dari komunitas, pakar lingkungan, praktisi, hingga karyawannya untuk bersama meningkatkan kesadaran masyarakat atas kebiasaan buruk ini.
Philip Morris International, sebagai induk perusahaan Sampoerna pun telah berkomitmen untuk mengimplementasikan strategi yang dapat membantu mencapai target mengurangi jumlah sampah hingga 50% pada 2025.
Sejak 2019, Sampoerna sendiri telah menginisiasi gerakan #PuntungItuSampah. Program ini fokus kepada pembangunan kesadaran masyarakat khususnya perokok dewasa untuk membuang puntung pada tempatnya. Pada kegiatan tahunan World Clean Up Day 2019, Sampoerna bersama ratusan karyawannya menyelenggarakan pembersihan pantai di Surabaya dan juga Jakarta. Dari kegiatan tersebut Sampoerna berhasil mengumpulkan 25.000 sampah puntung.
Baca Juga: Tak Hanya Sampah Plastik, Puntung Rokok Juga Berbahaya Bagi Lingkungan
Sampoerna juga bekerja sama dengan Waste4Change, lembaga swadaya masyarakat untuk melakukan pengumpulan dan daur ulang sampah puntung. Mengusung tagar #PuntungItuSampah, program yang dimulai dari Oktober hingga Januari 2021 ini merupakan salah satu wujud komitmen Sampoerna terhadap konsep circular economy dan zero-waste to landfill di Indonesia.
Dari program ini, diharapkan dapat mengurangi penumpukan sampah puntung di lingkungan sekitar serta di tempat pembuangan akhir (TPA). Lebih lanjut, sampah puntung yang terkumpul nantinya akan diproses menjadi beberapa produk industri rumahan yaitu pengusir hama nabati untuk tanaman dan bahan baku pembuatan produk berbasis beton.
Penulis | : | National Geographic Indonesia |
Editor | : | Gita Laras Widyaningrum |
KOMENTAR