Meski keberadaannya kian langka, tapi burung kicau ini tak masuk dalam daftar spesies yang dilindungi pemerintah Indonesia. Tetapi kuota perdagangannya dikontrol oleh Kemnterian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, yang awalnya dinilai efektif melarang penangkapan burung liar.
Namun, para peneliti menemukan kuota tersebut ternyata tak mampu membendung penangkapan poksai mantel. Pada 2018, kuota ditetapkan 150 untuk Jambi, tetapi di pasar mereka mereka menemukan 3 kali lebih banyak burung daripada kuota tersebut. Bahkan di tahun 2020, kuota ditingkatkan kembali menjadi 250 di Jambi, padahal terjadi penurunan populasi drastis di Sumatera.
"Kalau dicrosscheck dari data di lapangan, tapi malah lebih banyak dari kuota, itu berarti ada tambahan supply di situ," papar Imron. "Ini saja baru yang terdeteksi segitu, bisa jadi lebih besar perdagangan ilegal yang memasok."
Dalam laporan, para peneliti menyarankan agar ada upaya kelayakan pengangkaran untuk eksplorasi sepesies ini, agar terlindungi dari penangkapan liar. Sebab keberadaannya dapat mempengaruhi ekosistem, baik skala nasional dan internasional.
Baca Juga: Populasi Satwa Liar di Dunia Menurun Hampir 70% dalam Waktu Kurang dari 50 Tahun
Jika absennya poksai mantel sebagai predator serangga di alam liar, Imron mengandaikan dengan fenomena kasus serupa yang terjadi di Tiongkok. Maka serangga akan bertambah populasinya, dan pakan mereka yang tak mencukupi di hutan dapat merambah ke perkebunan dan pertanian.
"Bisa sampai menyebabkan kelaparan masif, walau mungkin tidak dirasakan secara besar-besaran, tapi yang lokal-lokal di situ terdampak," papar Imron.
Baca Juga: Berkat Konservasi, 48 Spesies Burung dan Mamalia Berhasil Diselamatkan dari Kepunahan
Para peneliti juga mendesak pemerintah Indonesia untuk memberikan perlindungan penuh untuk konservasi poksai mantel, mulai dari pelarangan segala penangkapan, dan perdagangan komersil individu yang ditangkap secara liar.
"Pemerintah Indonesia sangat dianjurkan untuk mengambil tindakan tegas terhadap individu yang menangkap, menjual atau memelihara burung kicau yang bersumber secara ilegal seperti Sunda laughingthrush dan menutup pasar atau toko yang erus menjual spesies yang melanggar hukum," tulis mereka.
Penulis | : | Afkar Aristoteles Mukhaer |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR