Tak hanya di Indonesia, pernikahan usia dini atau perkawinan dini nyatanya merupakan praktik atau bahkan tradisi yang tetap berlangsung sampai sekarang di berbagai penjuru dunia. Pernikahan semacam ini diatur oleh orang tua untuk anak mereka sendiri, sering kali secara sadar melanggar hukum negara, dan dimaklumi seluruh masyarakat sebagai cara yang baik bagi anak perempuan untuk tumbuh dewasa jika dibandingkan dengan cara lain yang tidak berterima, terutama jika mereka menghadapi risiko kehilangan keperawanan karena direnggut oleh lelaki yang bukan suaminya.
Perkawinan belia terdapat di berbagai benua, bahasa, agama, kasta. Di India, anak perempuan biasanya ditunangkan dengan anak laki-laki yang usianya lebih tua empat atau lima tahun; di Yaman, Afghanistan, dan sejumlah negara lain yang angka perkawinan dininya tinggi, sosok suami bisa pemuda atau duda separuh baya atau penculik yang mula-mula memperkosa dan kemudian memperistri korbannya, se- bagaimana kebiasaan di wilayah tertentu di Etiopia. Beberapa di antara perkawinan ini merupakan transaksi bisnis: utang yang dilunasi dengan pengantin berusia 8 tahun; perseteruan keluarga yang diselesaikan dengan pemberian saudara sepupu yang masih perawan dan berusia 12 tahun.
Perkawinan ini, apabila terungkap ke publik, menjadi bahan berita yang membuat dunia geram. Drama kehidupan pada 2008 yang dialami Nujood Ali, gadis Yaman berusia 10 tahun yang menempuh sendiri perjalanan menuju pengadilan kota untuk mengajukan cerai dari seorang lelaki berusia 30 tahun, yang dinikahinya karena dipaksa ayahnya, menjadi buah bibir di seluruh dunia dan diterbitkan sebagai buku yang diterjemahkan ke dalam 30 bahasa: Saya Nujood, Usia 10 dan Janda.
Namun, di lingkungan segelintir masyarakat yang terbiasa melangsungkan pernikahan dini yang diatur orang tua, pada titik yang ekstrem amatlah sulit menentukan bahwa perkawinan tersebut adalah sesuatu yang salah. Padahal, setelah menikah, pendidikan anak perempuan itu pasti berakhir.
Baca Juga: Riset Terbaru: Ganja Medis Ampuh Turunkan Tekanan Darah Pasien Lansia
Source | : | National Geographic |
Penulis | : | Utomo Priyambodo |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR