Dikutip dari media Belanda Java Post, surat-surat perjalanan Jacobs memang menunjukkan bahwa dia memperdebatkan betapa sulitnya penerimaan gadis-gadis pribumi Indonesia di pelatihan medis atau sekolah kedokteran. Padahal di rumah sakit perempuan, banyak pasien perempuan membutuhkan penanganan khusus dari tenaga medis perempuan. Jacobs mendesak pihak penguasa agar tidak menyulitkan kaum perempuan untuk mendaftar ke STOVIA.
Desakan tersebut akhirnya membuahkan hasil. Marie Thomas berhasil masuk ke STOVIA setelah mendapat dukungan beasiswa dari Studiefonds voor Opleiding van Vrouwelijke Inlandsche Artsen (SOVIA). SOVIA merupakan perkumpulan untuk membentuk dana studi buat pendidikan dokter Hindia wanita.
Marie Thomas lulus dari STOVIA pada 1922. Dia merupakan yang pertama mendapat gelar Indisch Arts (dokter Hindia). Setelah lulus pada 1922, dia bekerja di Centraal Burger Ziekenhuis di Weltevreden (sekarang Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo).
Baca Juga: Peran Besar Tokoh Betawi MH Thamrin bagi Sejarah Sepakbola Indonesia
Di Stovia, Marie sempat bertemu Mohammad Joesoef dari Sumatra. Mereka duduk di kelas yang sama untuk waktu yang lama dan lulus pada waktu yang sama pula. Setelah beberapa tahun lulus mereka akhirnya menikah pada 16 Maret 1929.
Mereka berdua kemudian berangkat ke Padang, Sumatra Barat, yang merupakan kampung halaman suami. Marie dan suami dikaruniai dua orang anak yang bernama Sonya dan Eri.
Di Padang, Marie Thomas bekerja di Layanan Kesehatan Masyarakat setempat atau yang kala itu disebut Dienst der Volksgezondheid. Setelah menetap selama beberapa tahun di Padang, dia kembali ke Batavia. Di sana dia menjadi anggota partai Persatuan Minahasa.
Selama menjadi dokter, Marie sering melakukan penelitian di bidang ginekologi dan kebidanan. Tidak hanya itu, ia juga sering membantu perempuan yang mengalami kesulitan dalam persalinan. Selain dokter perempuan Indonesia pertama, Marie Thomas juga merupakan ahli ginekologi dan kebidanan pertama Indonesia.
Baca Juga: Rumah Letnan Arab dan Kampong Arab di dalam Kampong Cina Ternate
Pada 1950, Marie kembali lagi ke Sumatra Barat. Di Bukittinggi dia mendirikan sekolah kebidanan. Sekolah tersebut merupakan sekolah kebidanan yang pertama di Sumatra dan yang kedua di Indonesia.
Sampai kematiannya –saat ia berusia 70 tahun-- Marie Thomas terus bekerja di rumah sakit. Dia meninggal secara tidak terduga pada 29 Oktober 1966 di Bukittinggi setelah mengalami pendarahan otak.
Marie Thomas dikenal sebagai seorang dokter yang selalu ada untuk pasiennya. Banyak pasiennya ia bantu secara gratis. Di Indonesia, sayangnya, seperti dicatat media Belanda, saat ini Marie Thomas menjadi tokoh yang tidak begitu dikenal. Bahkan, sekolah kebidanan yang ia dirikan tidak menggunakan namanya.
Source | : | KOMPAS.com,Java Post,Huygens ING |
Penulis | : | Utomo Priyambodo |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR