Saat menikah, Joesoef telah bekerja sebagai dokter mata di Padang. Setelah menikah dengan Joesoef, Marie memantapkan dirinya untuk bekerja sebagai dokter pemerintah di Padang. Dia pindah dari CBZ di Batavia, rumah sakit pemerintah yang kini disebut Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo.
Baca Juga: Marie Thomas, Dokter Wanita Indonesia Pertama yang Kini Jarang Dikenal
Pasangan yang dikaruniai satu putri dan satu putra bernama Sonya dan Eri itu sempat pindah ke Weltevreden, Batavia, pada awal 1930-an. Pada tahun 1931, Mohamad Joesoef dinyatakan bangkrut. Pada saat itu dia adalah seorang dokter swasta di Weltevreden. Tentu ini merupakan peristiwa dramatis bagi perjalanan keluarga mereka.
Pada 1950, Marie dan keluarganya kembali lagi ke Sumatra Barat. Di Bukittinggi Marie mendirikan sekolah kebidanan. Sekolah tersebut merupakan sekolah kebidanan yang pertama di Sumatra dan yang kedua di Indonesia. Ia terus berpraktik sebagai dokter dan bidan hingga ia mengembuskan napas terakhirnya pada 29 Oktober 1966 di Bukittinggi.
Marie adalah sosok yang penuh talenta dengan berbagai pencapaian yang ia terima dalam kariernya sebagai dokter, termasuk spesialisasinya dalam bidang ginekologi dan kebidanan. Selain itu, Marie merupakan salah satu dokter yang pertama kali terlibat dalam kebijakan mengontrol kelahiran bayi lewat metode kontrasepsi Intrauterine Device (IUD).
Baca Juga: The Sin Nio dan Ho Wan Moy, Srikandi Tionghoa untuk Kemerdekaan
Dua tahun setelah Marie Thomas lulus dari STOVIA, Anna Warouw akhirnya lulus juga dari sana pada 1924. Di STOVIA inilah Anna Warouw bertemu dengan Jean Eduard Karamoy yang kelak menjadi suaminya. Setelah lulus dari STOVIA, mereka menikah dan memiliki dua orang anak. Yang pertama adalah laki-laki bernama Alex Karamoy yang menjadi petenis terkenal dan seorang kedua adalah perempuan Lalisang Karamoy yang kelak menjadi dokter juga seperti ayah dan ibunya.
Setelah lulus dan menikah pada 1924, Anna Warouw menemani suaminya ke Belanda untuk memperoleh sertifikat dokter. Ini adalah kesempatan untuk semua dokter lulusan STOVIA untuk memperoleh sertifikat dokter Belanda namun sifatnya sukarela.
Eduard Karamoy kemudian melanjutkan pendidikan sampai tingkat doktor di Jerman sementara Anna Warouw mengambil spesialisasi otorinolaringologi yang ada di Leiden University antara 1933-1935.
Setelah selesai melanjutkan kuliahnya, pasangan suami istri ini kembali ke Hindia Belanda dan ditempatkan di berbagai wilayah sebagai dokter pemerintah. Anna Warouw selalu mendampingi suaminya di semua tempat penugasannya. Ia sekaligus menjadi guru untuk kedua anaknya yang menjalani home schooling.
Baca Juga: Sekolah di India, Bayar Biaya Sekolah Hanya dengan Sampah Plastik
Dokter Eduard Karamoy pernah jatuh sakit cukup keras ketika ditempatkan di Martapura, Kalimantan. Beliau harus dirawat di Banjarmasin karena keterbatasan sarana pengobatan. Selama itu Anna Warouw selalu mendampingi suaminya.
Sebagai pendamping suaminya, Anna Warouw tidak dapat menjadi pegawai negeri karena ada aturan bahwa suami istri dilarang bekerja di instansi pemerintah dengan status sama-sama sebagai pegawai negeri. Meski begitu, Anna Warouw tetap berpraktik sebagai dokter.
Di zaman pendudukan Jepang, Anna Warouw sempat menjadi dokter partikelir ahli hidung di kompleks rumah sakit Semarang (sekarang RS Dr. Kariadi) bersama dokter Sardjito. Setelah itu Anna Warouw mengikuti suaminya yang ditempatkan di Kudus selama satu tahun kemudian pindah ke Tegal. Mereka pernah pula tinggal di Dabo Singkep, dan kemudian berpindah ke Bandung.
Baca Juga: Kisah Perempuan Penyintas Tragedi 1965 : Ada Kekuasaan di Atas Pemerkosaan
Saat di Bandung, Anna Warouw sempat bekerja di Lembaga Pasteur. Selesai bertugas, pasangan suami istri ini memutuskan untuk kembali ke Manado. Anna Warouw bekerja di laboratorium Rumah Sakit Umum Gunung Wenang yang sekarang menjadi Hotel Peninsula. Di sinilah Anna Warouw dapat memenuhi “passion”-nya bekerja di laboratorium. Selain itu Anna Warouw juga mengajar di Universitas Sam Ratulangi.
Setelah suaminya meninggal. Anna Warouw tinggal bersama anak laki-lakinya, yakni Alex Karamoy. Anna Warouw diminta ke Jakarta saat menderita sakit dan ia akhirnya meninggal di Jakarta pada 3 Oktober 1979.
Source | : | Java Post,Huygens ING,Museum Kebangkitan Nasional |
Penulis | : | Utomo Priyambodo |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR