Dari data di atas, tim peneliti kemudian membuat suatu pemodelan yang digunakan untuk menilai tingkat risiko COVID-19 di sejumlah kota dan provinsi sebelum, selama, dan setelah mereka menerapkan PSBB atau PSDD. Pemodelan yang mereka buat adalah model berbasis Value-at-Risk (VaR). VaR sendiri adalah teknik statistik yang digunakan untuk menilai dan mengukur tingkat risiko atas suatu hal di sebuah wilayah atau objek tertentu.
Biasanya VaR digunakan untuk menilai atau mengukur tingkat kerugian keuangan suatu perusahaan. Namun dalam hal ini yang diukur adalah kasus COVID-19 yang tentunya juga merupakan suatu kerugian bagi tiap daerah yang sedang menghadapinya.
Berikut ini adalah peta-peta gambar perbandingan nilai Value-at-Risk di tiga provinsi sebelum, selama, dan setelah menerapkan PSBB atau PSDD.
Rt menunjukkan rasio kasus terkonfirmasi. RAt menunjukkan rasio kasus aktif. CFRt menunjukkan tingkat fatalitas kasus. Sedangkan RCFRt menunjukkan rasio tingkat fatalitas kasus.
Data ini menunjukkan bahwa PSBB atau PSDD berhasil menurunkan nilai risiko COVID-19 di tiga provinsi di atas, yakni Jawa Barat, Sulawesi Selatan, dan Papua. Nilai-nilai tingkat risiko COVID-19 untuk semua parameter setelah PSBB atau PSDD secara umum juga menurun jika dibandingkan sebelum PSBB atau PSDD.
Hal ini menunjukkan betapa pentingnya penerapan pembatasan sosial dari pemerintah pusat maupun pemerintah daerah untuk menurunkan tingkat risiko COVID-19 di daerah-daerah di Indonesia. Ya, PSBB atau PSDD ini tentu lebih baik daripada tidak ada pembatasan sosial sama sekali.
Yang perlu jadi catatan, berdasarkan riset ini, nilai risiko jumlah kasus aktif di Jawa Barat setelah PSBB kembali lebih tinggi dibanding selama PSBB. Begitu pula nilai risiko dari rasio tingkat fatalitas kasus di Papua setelah PSDD juga kembali lebih tinggi dibanding selama PSDD.
Hal ini menunjukkan bahwa penerapan PSBB di Jawa Barat sebaiknya diperpanjang, jangan buru-buru dilonggarkan. Begitu pula dengan penerapan PSDD di Papua, sebaiknya terus dijalankan, jangan cepat-cepat dicabut dan ditinggalkan.
Source | : | elsevier.com |
Penulis | : | Utomo Priyambodo |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR