Nationalgeographic.co.id—Para peneliti dari Department of Environment and Natural Resources, Filipina, menemukan kembali katak sungai yang sebelumnya dinyatakan punah. Katak itu terakhir ditemukan pada 1993, sebelum sempat diteliti oleh para ilmuwan.
Katak itu bernama ilmiah Pulchrana guttmani yang endemik di sekitar Mindanao, Filipina dan berkukuran setengah dari telapak tangan pria dewasa. Para peneliti menemukannya kembali di sekitar Pegunungan Busa di perbatasan provinsi Sarangani dan Cotabato Selatan.
Kier Pitogo dan Aljohn Saavedra mempublikasikan temuannya di jurnal Herpetology Notes (Vol. 14, Januari 2021). Di dalam laporannya, ketika hendak dipelajari katak ini membuat kerepotan para peneliti. Berwarna coklat keemasan yang kontras dengan perutnya yang biru keabu-abuan, spesies ini selalu menghindar saat bertemu manusia.
"Meskipun tubuhnya berwarna cerah dan ukurannya yang besar, ia telah menghindari ahli biologi selama beberapa dekade!" Pitogo berujar, dilansir dari Mongabay.
"Yang membuat istimewa adalah ini satu-satunya katak Filipina yang belum pernah ditemukan penampakannya yang terdokumetasi sejak penemuan pertama. Jadi, bisa dianggap sebagai salah satu amfibi paling langka, setidaknya di Filipina."
Baca Juga: Dianggap Punah 170 Tahun Lalu, Burung Pelanduk Kalimantan Muncul Lagi
Pertamakali ditemukan pada 1993 oleh Rafe Brown dari University of Kansas dan dipublikasikandalam jurnal Herpetologica (Vol. 71 No.3 tahun 2015). Brown mempelajarinya selama 20 tahun di wilayah selatan Filipina.
Saat dikumpulkan di antara 89 katak P. grandocula yang menjadi sasaran penelitian utamanya, ia menemukannya sebagai satu individu yang menyimpang secara morfologis. Katak itu kemudian dinamai P. guttmani dan memiliki karakter yang unik dari P. grandocula.
Ia kemudian menyebutkannya sebagai spesies yang sangat langka dalam laporannya. Ia menambahkan, mungkin tersebar tak merata di daerah yang sulit dijangkau di Filipina selatan.
Bahkan yang lebih buruk, adalah tak ada satupun studi yang menemukan kembali spesies ini sejak 1993, sehingga dianggap sudah punah. Masyarakat adat setempat yang meneliti survei P. guttmani tak pernah mengidentifikasi spesies itu, bahkan pemerintah daerah tak pernah membuat laporannya.
Dari hasil studi Brown itulah, Pitogo dan Saavedra melakukan penelusuran sejak 2018 yang difokuskan di Pegunungan Busa. Mereka merekam amfibi dan reptil di sana, untuk menemukan spesies katak yang hilang itu.
Mereka menyurvei lapangan di hutan pegunungan 114.000 hektar yang terancam dengan aktivitas penambangan, perluasan pertanian, dan kegiatan pembalakan liar itu.
"Kerusuhan politik [terkini], ancaman keamanan dan birokrasi mempersulit ahli biologi satwa liar untuk menjelajahi daerah tersebut,” tulis Pitogo.
Penelitian itu dilakukannya sampai bermalam di sekitar lokasi dalam jangka waktu lama, dan menggelontorkan ragam sumber daya. Tetapi hasilnya adalah kekecewaan karena harus kembali dengan tangan kosong.
"Saya rasa itu bagian dari pejalanan ketika menemukan spesies yang hilang, [sebab] tak ada jaminan untuk menemukannya," kenangnya.
Hingga akhirnya, mereka menemukan P. guttmani September 2020. Katak itu ditemukan oleh pemandu lokal yang di sungai terdekat yang memiliki ciri tak biasa setelah sebelumnya dikenalkan oleh para peneliti.
Pemandu lokal itu harus kewalahan karena harus mendaki ke sungai yang deras di dekatnya. Ia menemukan empat katak yang berbeda dari biasanya.
Baca Juga: Mengapa Kita Lebih Peduli pada Hewan Peliharaan Daripada Sesama?
"Setelah diperiksa lebih dekat, kami tahu bahwa yang kami lihat bukanlah P. grandocula tetapi sebenarnya P. guttmani, amfibi yang hilang. Itu adalah momen 'hore!' bagi kami - itulah mengapa terlihat tidak biasa, karena itu adalah spesies amfibi yang sudah lama kami cari!"
Selain langka, keunikan katak ini dibandingkan dengan P. grandocula terletak di bagian kakinya yang memiliki bantalan jari yang lebih luas.
Namun untuk memperdalam khazanah tentang spesies ini, perlu diungkap juga studi dari segi sejarah alaminya. Pitogo dan rekan hingga saat ini hanya sekedar bisa menyimpulkan bila P.guttmani sebagai spesies yang hidup di dataran tinggi, dan sungai yang sulit di akses.
"Dan mungkin, memiliki sedikit atau bahkan tidak ada toleransi terhadap gangguan," tulis mereka dalam lapora.
Source | : | jsonline,Mongabay.com,Jurnal Ilmiah |
Penulis | : | Afkar Aristoteles Mukhaer |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR