Mulanya fenomena teror dengan dengan nuansa agama pertama kali sudah ada sejak awal kemerdekaan Indonesia lewat Daarul Islam (DI).
Peristiwa yang kerap disebut kegiatan pemberontakan yang bercita-cita membangun negara Islam itu, sanga sesuai dengan kategori kelompok teroris di masa kini.
Baca Juga: Sepuluh Kota dengan Durasi Puasa Ramadan Terlama dan Tersingkat
"Secara indikator temporer, mereka punya regu tertentu untuk melakukan assasinasi tokoh-tokoh nasional, jenderal, bahkan Sukarno yang jadi sasaran," ungkap Gregory Fealy dalam webinar yang diadakan Departemen Sejarah Fakultas Ilmu Budaya Universitas Indonesia, Selasa (13/04/2021).
Gregory Fealy adalah profesor Australia National University yang menjadi fokus pada politik dan isu sosial di Asia Pasifik.
Selama pergerakannya pada 1957-1958 pun, mengutip dari harian Pikiran Rakyat di rentang tahun itu, bahkan mereka meneror masyarakat perkampungan. Serangan umumnya dilakukan tengah malam pada pembakaran gedung, hingga pengeboman.
Kejadian itu menaruh ketidaksenangan publik pada gerakan ini dan menjadi salah satu fokus pemerintah Sukarno.
Hasilnya, mereka berhasil ditumpas lewat operasi pagar betis pada 1962 dan berhasil menangkap S.M Kartosoewirjo, sang imam, untuk dieksekusi mati. Pemberantasan pun berlanjut hingga tewasnya Kahar Muzakkar pada 1965 di Sulawesi Selatan. Pergerakan mereka pun surut.
Meski demikian, bukan berarti penangkapan dan penumpasannya berhasil di situ saja. Nuansa DI rupanya masih terasa pada masyarakat di beberapa daerah di Jawa Barat yang masih terasa hingga kini. Bahkan, pergerakan di masa lalu itu menjadi kebanggaan bagi mereka.
"Kalau kita ke pesantren di sana, ingatan DI, peranan kyai-kyai, masih jadi sumber kebanggaan santri dan tokoh islam. Mungkin tidak secara terbuka, tapi dalam kepercayaan sejarah mereka bangga akan hal itu," jelas Fealy.
Selama Orde Baru, perjuangan itu masih terwariskan dan bergerak secara non-violent dan bawah tanah. Menurutnya, organisasi itu berkembang menjadi Jamaah Islamiyyah (JI), yang banyak direkrut dari DI.
Gerakan bawah tanah ini pun berhasil menyentuh hubungan dengan di luar negeri. Dua di antaranya adalah yang dilakukan Abu Bakar Ba'asyir dan Abdullah Sungkar yang mencari suaka pasca pengeboman di Candi Borobudur.
Baca Juga: Dari Mana Teroris Indonesia Mendapat Dana untuk Menjalankan Aksinya?
Inilah yang menyebabkan pergerakan terorisme selama Orde Baru hampir tidak ada. Bahkan, kejadian terorisme baru muncul pada 2002, lewat pengeboman di suatu restoran di Makassar.
Sidney Jones, direktur Insitute for Policy Analysis of Conlict (IPAC) dalam webinar menyebut, pergerakan itu dilakukan secara terselubung akibat kebijakan Asas Tunggal yang dibuat Suharto.
Penulis | : | Afkar Aristoteles Mukhaer |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR