Maka jawaban kemungkinan terbesar adalah: kadar oksigen yang mereka dapat rendah.
Pada bagian metodenya, mereka menjalankan simulasi komputer untuk beberapa model gua yang berbeda panjang lorongnya. Dalam model itu, gua dibuat memiliki area seperti aula besar yang biasanya lukisan cadas dibuat dan ditemukan.
Lalu dalam simulasinya mereka menganalisis perubahan oksigen apabila seseorang ada di bagian dalam gua yang berbeda dengan obor untuk menerangi ruang gelap itu.
Obor inilah yang menjadi salah satu faktor yang menguras oksigen dengan konsentrasinya yang menurun hingga tiga persen selama 15 menit.
Baca Juga: Filosofi Gudeg: Simbol Rindu dan Rekaman Perubahan Kota Yogyakarta
Sedangkan di ruang gua yang kecil atau dengan langit-langit rendah, konsentrasi oksigen bisa turun hingga 11%. Hal yang dapat terjadi pada rendahnya kadar oksigen menyebabkan hipoksia parah pada mereka.
Hipoksia adalah kondisi yang menyebabkan sakit kepala, sesak napas, kebingungan, dan kegelisahan. Selain itu juga dapat meningkatkan dopamin di otak yang bisa menyebabkan halusinasi, tulis Yafit Kedar dan tim.
Mereka mengungkap, bahwa tindakan ini disengaja dilakukan oleh mereka yang memiliki pemahaman sifat perubahan di ruangan bawah tanah yang rendah oksigen.
Jawaban masuk akal dari kebiasaan itu mungkin berhubungan dengan kepercayaan manusia purba yang menganggapnya sebagai jalan menuju 'dunia lain'.
Sisa itu masih relevan dengan banyak budaya yang masih mengadopsinya seperti kepercayaan komologi Maya dan Inca. Mereka meyakini gua adalah protal untuk menjalin kontak dengan leluhur dan dunia bawah.
Source | : | Jurnal Ilmiah |
Penulis | : | Afkar Aristoteles Mukhaer |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR