Dalam studi ini para peneliti IIASA menggunakan citra satelit Sentinel 1 dari European Space Agency (ESA) untuk menghasilkan peta luasan perkebunan kelapa sawit per tahun pendeteksiannya di Indonesia, Malaysia, dan Thailand. Peta ini diharapkan dapat membantu para pembuat kebijakan dan pemangku kepentingan lainnya dalam memahami tren ekspansi kelapa sawit sekaligus menyediakan peta yang akurat untuk perencanaan tingkat lanskap.
Baca Juga: Alih Fungsi Hutan Jadi Kebun Sawit Bikin Suhu Indonesia Makin Panas
Dalam rilis yang IIASA bagikan lewat Newswise, mereka mengatakan bahwa dafsu dunia akan minyak sawit sepertinya tidak ada batasnya. Kita menggunakan minyak sawit dalam segala hal, mulai dari produk kecantikan dan makanan, hingga proses industri dan biofuel untuk memenuhi kebutuhan energi kita.
"Permintaan yang terus meningkat ini telah menyebabkan produksi kelapa sawit menjadi lebih dari dua kali lipat dalam dua dekade terakhir, sebuah pembangunan yang pada gilirannya berdampak sangat dalam pada ekosistem hutan alam dan keanekaragaman hayati," tulis mereka. Selain itu, hal ini juga berkontribusi secara signifikan terhadap perubahan iklim karena pembukaan lahan sawit ini dari hutan dan lahan gambut akan melepaskan karbon ke atmosfer.
Saat ini, hampir 90% produksi minyak sawit dunia berasal dari Asia Tenggara. Meskipun kelapa sawit dikenal sebagai tanaman penghasil minyak paling efisien secara global, hasil panen dari masing-masing lahan dapat bervariasi secara dinamis sesuai dengan usia tegakan perkebunan, praktik pengelolaan, dan lokasi.
"Untuk memahami tren perluasan perkebunan kelapa sawit dan perencanaan tingkat lanskap, diperlukan peta yang akurat. Untuk tujuan ini, peneliti IIASA telah menyediakan peta rinci luas kelapa sawit pada tahun 2017 menggunakan citra satelit Sentinel 1 dari European Space Agency dalam makalah baru yang diterbitkan di Nature Scientific Data," tulis mereka.
Source | : | newswise,IIASA |
Penulis | : | Utomo Priyambodo |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR