Tidak ada penurunan yang ditemukan pada perokok non-harian dan itu kemungkinan karena para pengguna ini tidak merokok secara teratur dan sering mendapatkan rokok dari teman atau anggota keluarga.
Para peneliti menggarisbawahi bahwa perubahan jumlah perokok harian di California tak hanya dipengaruhi oleh tantangan atau pembatasan dari penegakan hukum baru di tingkat negara bagian. Namun bisa juga dipengaruhi juga oleh peningkatan penggunaan produk lain (rokok elektrik), penjualan di luar toko ritel, dan kebijakan pengendalian tembakau lainnya.
"Penelitian di masa depan harus memeriksa peran penggunaan rokok elektrik, penegakan kebijakan, serta penjualan online," kata Tong, ahli penyakit dalam dan profesor yang mengarahkan inisiatif penghentian tembakau di UC Davis Comprehensive Cancer Center.
"Ini adalah masalah kesehatan masyarakat penting yang perlu diperiksa dan, berpotensi, memperlukan solusi kebijakan baru untuk melindungi kaum muda kita di California dari penyakit mematikan yang sering kali diakibatkan oleh kecanduan produk tembakau," tegasnya.
Baca Juga: Bukan Perokok Tapi Terkena Kanker Paru? Tiga Faktor Ini Penyebabnya
Permasalahan rokok pada kalangan usia muda ini tak hanya terjadi Amerika Serikat, tapi juga di Indonesia. WHO mengatakan setiap tahunnya ada sekitar 225.700 orang di Indonesia yang meninggal akibat merokok, atau penyakit lain yang berkaitan dengan tembakau.
Dalam rilis yang diberitakan Liputan6.com, WHO menyebutkan data dari Indonesia yang dikeluarkan oleh Global Youth Tobacco Survey (GYTS) pada 2019. Data tersebut menunjukkan bahwa 40,6% pelajar di Indonesia (usia 13-15 tahun), 2 dari 3 anak laki-laki, dan hampir 1 dari 5 anak perempuan sudah pernah menggunakan produk tembakau: 19,2 persen pelajar saat ini merokok dan di antara jumlah tersebut, 60,6% bahkan tidak dicegah ketika membeli rokok karena usia mereka, dan dua pertiga dari mereka dapat membeli rokok secara eceran.
Lebih lanjut, WHO mengatakan data dari GYTS juga menunjukkan hampir 7 dari 10 pelajar melihat iklan atau promosi rokok di televisi atau tempat penjualan dalam 30 hari terakhir. Selain itu, sepertiga pelajar merasa pernah melihat iklan rokok di internet atau media sosial.
WHO menjelaskan bahwa paparan terhadap tembakau di usia dini ini dapat menciptakan perokok seumur hidup dan dapat berkontribusi terhadap stunting dan menghambat pertumbuhan anak-anak. Selain itu, hal ini juga dapat meningkatkan risiko terjangkit penyakit tidak menular (PTM) kronis seperti penyakit jantung, penyakit saluran pernapasan kronis, diabetes, dan kanker saat mereka beranjak dewasa, hingga akhirnya bisa berakibat pada kematian dini.
Source | : | liputan6.com,eurekalert,Kemenkes RI |
Penulis | : | Utomo Priyambodo |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR