Namun penelitian baru menunjukkan sesuatu yang berbeda, kata Worthington. Penelitian ini menunjukkan bahwa kisah Chris Carrier bukanlah anomali. Pemberian maaf tidak hanya dilakukan oleh orang suci atau martir, juga tidak hanya menguntungkan penerimanya. Sebaliknya, penelitian menemukan hubungan antara pemberian maaf dan kesehatan fisik, mental, dan spiritual serta bukti bahwa hal itu memainkan peran kunci dalam kesehatan keluarga, komunitas, dan bangsa.
Dalam sebuah penelitian, Charlotte vanOyen Witvliet, seorang psikolog di Hope College, meminta orang untuk memikirkan seseorang yang telah menyakiti, menganiaya, atau menyinggung mereka. Saat para responden itu sedang memikirkan seseorang tersebut dan keburukan masa lalunya, Witvliet memantau tekanan darah, detak jantung, ketegangan otot wajah, dan aktivitas kelenjar keringat mereka.
Baca Juga: Lebaran Dua Kali, Umat Islam Bisa Dapat THR Dua Kali pada Tahun 2033
Memikirkan kejahatan lama berarti mempraktikkan sikap tidak mau memaafkan atau mengampuni. Benar saja, dalam penelitian Witvliet, ketika orang mengingat dendam, gairah fisik mereka melonjak. Tekanan darah dan detak jantung mereka meningkat, dan mereka berkeringat lebih banyak.
Memikirkan dendam mereka membuat stres, dan para subjek menganggap perenungan itu tidak menyenangkan. Itu membuat mereka merasa marah, sedih, cemas, dan kurang terkendali. Witvliet juga meminta para respondennya untuk mencoba berempati dengan orang yang menyinggung perasaan mereka atau membayangkan memaafkan mereka. Ketika mereka mempraktikkan pengampunan atau pemaafan, gairah fisik mereka menurun drastis. Mereka tidak lebih menunjukkan reaksi stres daripada saat terjaga normal.
Kondisi-kondisi yang muncul saat tak mau memaafkan atau menyimpan dendam itu, seperti tekanan darah dan jantung yang meningkat, jelas meningkatkan potensi berbagai penyakit, terutama penyakit kardiovaskular. Oleh karena itu, tentu saja memaafkan seseorang yang telah melakukan hal buruk atau kejahatan kepada kita akan lebih bijak meski perilaku buruk atau kejahatan tersebut tidak akan bisa kita tolelir selamanya.
Selamat Hari Lebaran! Mari bermaaf-maafan.
Source | : | Greater Good Magazine |
Penulis | : | Utomo Priyambodo |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR