Senyawa ini pernah digunakan hingga 1978, hingga dilarang oleh pemerintah Amerika Serikat, dan ditetapkan sebagai polutan organik menetap dalam Perjanjian Stockholm 2001 (Porta & Zumeta. 2002). Tetapi karena daya tahannya yang lama, PCB masih digunakan secara luas hingga kini.
Melihat adanya PCB di anak orca, Eve Jourdain, peneliti utama studi dari Norwegian Orca Survey, memperkirakan kontaminasi ini ditularkan dari induknya melalu susu dan plasentanya.
"PCB masih ditemukan dengan kadar tinggi pada paus pembunuh di Norwegia, meskipun faktanya mereka sudah lama dilarang," kata Jourdain di Live Science.
Para peneliti juga menemukan bahan kimia baru yang belum diregulasikan, seperti penghambat api brominasi (BFR), dan menemukan penghambat pentabromotoluena (PBT), dan heksabromobenzena (HBB), dengan kadar rendah dalam lemak delapan paus, tulis para peneliti dalam makalahnya.
Jourdain menyebut bahwa BFR, PBT, dan HBB adalah bahan kimia itu adalah pengganti PCB, dan memiliki sifat akumulasi yang sama dengan jaringan pada tubuh orca.
Baca Juga: Orca Tipe D, Hewan Langka yang Diduga Spesies Paus Pembunuh Baru
Ada pula zat lainnya yang ditemukan berupa perfluoroalkyl (PFAS), dan merkuri tingkat tinggi. PFAS lebih dikenal sebagai zat kimia abadi karena tak bisa terurai di lingkungan normal.
Baik PFAS dan merkuri, meski berbahaya kadar dalam anak orca itu lebih rendah daripada kelompok dewasa. Diperkirakan transfer zat ini kurang efisien dari induk ke anak mereka.
Para peneliti menjelaskan bahwa bahan kimia yang ditemukan seperti BFR, PBT, HBB, dan PFAS, adalah zat yang sangat umum untuk digunakan produk manusia. Bahan kimia itu termasuk kosmetik, lilin untuk papan ski, tekstil, kulit, kertas, dan bahan pemadam api berbasis busa.
Source | : | livescience,National Geographic |
Penulis | : | Afkar Aristoteles Mukhaer |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR