Nationalgeographic.co.id—Laksamana Korea Yi Sun-Shin (1545-1598) adalah tokoh utama dalam sejarah Korea berkat inovasi teknologi dan strateginya memicu revolusi dalam perang laut Asia. Ia memprakarsai kekuatan bertempur angkatan laut "moderen".
Inovasi ini membantu Korea mengusir serangkaian invasi Jepang dari 1592 hingga 1598, membuka jalan bagi lebih dari 250 tahun semi isolasi Jepang dari urusan dunia.
Adopsi ide Yi juga digunakan Jepang pada 1904-1905, pada peristiwa Perang Rusia-Jepang yang mengubah keseimbangan kekuatan di Asia.
Kehebatannya sebagai pembaharu militer dan perancang senjata telah memberinya penghargaan yang sering kali berbatasan dengan hagiografi, ia juga dikagumi karena kualitas pribadinya.
Laksamana Yi Sun-Shin lahir di Seoul pada 28 April 1545 dari sebuah keluarga bangsawan. Ia menikah pada 1564 dan dua tahun kemudian mulai mempelajari seni militer tradisional Korea: memanah, menunggang kuda, dan ilmu pedang.
Yi Sun-Shin dan istrinya memiliki tiga putra. Pertama adalah Hoe (lahir 1567), Yo (lahir 1571), dan Myon (lahir 1577).
Saat invasi Jepang ke Korea, Yi Sun-Shin mulai memperbaiki diri atas kesiapan angkatan laut Korea. Dia sudah lama mempelajari kekuatan dan kelemahan praktik angkatan laut Korea dan Jepang dan mengetahui bahwa Jepang mengandalkan kekuatan bela diri terbesar mereka, yakni samurai dan pemanah.
Untuk memaksimalkan kekuatan itu, Jepang telah membangun kapal berseri lebar yang membawa sejummlah besar kapal tentara. Strategi mereka adalah mendekati kapal musuh sedekat mungkin dan menyapu mereka dengan tembakan panah, sampai dek musuh cukup jelas untuk disapu infanteri. Pasukan laut Jepang menakutkan dalam pertempuran jarak dekat, tapi bukan berarti tidak memiliki kelemahan.
Seperti pembangunan karavel di Eropa Barat, orang Korea membangun kapal dengan "kastil" untuk melindungi awak mereka dari serangan panah dan senapan yang diperoleh di Asia dari perdagangan Portugis dan Cina. Korea juga memasang meriam pada kapal bernama Geobukseon atau kapal kura-kura yang sebetulnya sedang dibangun sejak awal 1414.
Baca Juga: Sisik Melik di Balik Aksara Cina di Papan 'Kopi Es Tak Kie' Glodok
Tetapi pada saat penunjukan Yi Sun-Shin mengabil alih komando, tidak ada kapal Korea dari semua jenis persenjataan yang mampu mengalahkan Jepang. Yi Sun-Shin tidak membuang waktu untuk mendesak galangan kapal setempat untuk memperbaiki masalah ini.
Dalam beberapa bulan, mereka menghasilkan kapal bagi Yi Sun-Shin dengan teknologi angkatan laut yang membantunya menguasai Korea laut dan memotong jalur komunikasi dan pasokan Jepang.
Keberhasilannya dalam tugas ini sangat penting dalam mengagalkan ambisi Jepang untuk menguasai Korea. Sejak itu nasionalisme Korea terjalin erat.
Kapal kura-kura itu sering dinyatakan sebagai kapal perang lapis baja/besi bahkan kapal selam pertama di dunia.
Karena tidal lebih dari selusin Geobukseon yang beroperasi saat itu, memperlihatkan bahwa kejeniusan Yi Sun-Shin bukan dari desain kapal itu. Tetapi dalam pengembangan taktik pertempuran kapalnya.
Bagaimana kapal itu bisa mengalahkan samurai dan busur jarak dekat dan tembakan senapan? Jawabanya, menurut penelitian Marc Jason Gilbert dalam Admiral Yi Sun-Shin, The Turtle Ships, and Modern Asia History ada dalam kecepatan dan daya tembak jarak jauh yang lebih jauh.
Kapalnya hampir dua kali lipat panjang dan setengah lebar 14 (110 x 38 kaki) dari Jepang dan membuat mereka bergerak lebih cepat di air. Sementara meriam miliknya bisa mengungguli bola senapan Jepang. Dengan demikian dia bisa mempertahankan kapal dan mengancurkan kapal Jepang menjadi beberapa bagian.
Baca Juga: Sumbangan Sains dari Pelukis-pelukis Cina pada Zaman Kompeni
Meriam seberat 36 pin ditembakkan melalui palka di sepanjang sisinya (meriam tunggal tambahan dipasang di mulut kepaka naga),
Salah satu bakat Yi Sun-Shin adalah dia mengantisipasi bahwa musuh-musuhnya pada akhirnya akan menyesuaikan strategi perang mereka. Akhirnya kapal-kapal Jepang memasang lebih banyak meriam.
Namun Yi Sun-Shin selalu melangkah lebih jauh, ia mengadopsi strategi "saling berpengangan pada ekor" ini memungkinkan setiap kapal yang membawa senjata mengarahkan target yang sama dan melewatinya secara bergantian. Ia juga menerapkan taktik "mernarik ikan ke dalam jaring" yakni pura-pura mundur untuk menarik seluruh armada musuh ke dalam posisi mereka untuk menyerang.
Setelah kematiannya pada 1598, Yi Sun-Shin diberi julukan Chungmu-gong atau Penguasa Kesetiaan dan Ksatria. Ini tidak hanya untuk kecakapan militernya, tapi juga untuk kepatuhan pada standar tertinggi dari "tiga hal penting bagi pejuang": kerendahan hati, daya pengamatan, dan keberanian.
Yi Sun-Shin tidak hanya mempertahankan kemerdekaan Korea, tetapi membantu mengatur jalannya sejarah Asia Timur untuk generasi selanjutnya.
Seandainya Toyotomi Hideyoshi mencapai tujuannya untuk menaklukkan Korea dan Kekaisaran Ming Cina, mungkin akan merubah sebagian besar sejarah dunia.
Baca Juga: Jimat Belati Kuno dari Zaman Besi Ditemukan di Rumah Tua Skotlandia
Source | : | Admiral Yi Sun-Shin, The Turtle Ships, and Modern Asia Histo |
Penulis | : | Fikri Muhammad |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR