Setelah itu Kennedy ke Belanda untuk mengajak Ratu Julianna, Perdana Menteri J.E de Quay, dan Menlu Luns. Hasilnya, Maret 1962, Belanda menyetujui untuk berunding dengan Indonesia.
Sikap AS yang mendukung Indonesia juga turut membuat Australia berpihak ke Indonesia. Padahal sebelumnya Australia menolak integrasi Papua ke dalam Indonesia, dan menganggap negara tetangganya sebagai ancaman.
Pihak AS berhasil meyakinkan Australia, dan melibatkannya dalam ANZUS (Australia, New Zealand, United States) untuk memperkuat pertahanan pada Mei 1962.
Serangkaian perundingan pun dilakukan, dan mencapai Persetujuan Sementara pada 31 Juli 1962 di bawah pengawasan PBB. Isinya, Belanda harus menyerahkan Papua kepada UNTEA (United Nation Temporary Executive Authority) maksimal 1 Oktober 1962.
Secara de jure, Indonesia juga diperbolehkan mengibarkan bendera Merah-Putih di samping bendera PBB di Papua.
Sebagai lanjutan, pada 15 Agustus di markas besar PBB mengadakan Perjanjian New York yang mengisyaratkan Indonesia harus mengadakan Penentuan Pendapat Rakyat (Pepera) di Papua agar masyarakat menentukan nasibnya untuk bergabung atau merdeka. Ji
Namun menurut Esther Heidbüchel dalam bukunya The Wes Papua Conflict in Indonesia (2007), Perjanjian New York itu melanggar hukum karena tak memiliki perwakilan orang Papua di dalamnya.
Baca Juga: Selarik Tembang Kenangan Orang-orang Buangan di Boven Digoel
Pepera pun dilaksanakan dari 14 Juli hingga 2 Agustus 1969 ketika Soeharto menjadi presiden. dengan hasil jajak pendapat penentuan nasib masyarakat Papua bergabung dengan Indonesia. Hasil itu disahkan dengan resolusi PBB pada 19 September
Tetapi sejarawan Wageningen University, Leontine E. Visser bersama Amapon Jos Marey dalam Bakti Pamong Praja Papua (2008) berpendapat ada unsur kecurangan dalam Pepera. Mereka menulis, pemerintah Indonesia mengirim banyak Papua dengan dalih operasi pengamanan menjelang referendum itu.
Wesser dan Marey menjelaskan bahwa banyak masyarakat Papua Barat dikumpulkan, bahkan dibawa ke Jakarta untuk diindoktrinasi supaya mendukung Indonesia dalam Pepera.
Tod Jones (2015) menulis, Ali Moertopo dari TNI telah terlibat dalam banyak operasi rahasia sejak 1966. Melansir Majalah Tempo edisi khusus: Rahasia-rahasia Ali Moertopo (2013), Ali Moertopo juga menjadi penyuplai tembakau dan bir dari Singapura ke para kepala suku dan wakil rakyat Papua.
Sehingga, pada Pepera 1969 Ali Moertopo memastikan bahwa yang melakukan jajak pendapat dilakukan oleh wakil-wakil Papua yang menerima bantuannya. Pada Agustus, Pepera mendulang hasil bahwa masyarakat Papua ingin bergabung dengan Indonesia.
Baca Juga: Pusparagam Cycloop: Gerabah Terakhir Papua di Tepian Danau Sentani
Source | : | Berbagai Sumber |
Penulis | : | Afkar Aristoteles Mukhaer |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR