Oktober 1957, jalur konfrontasi dipakai Sukarno bersamaan dengan mengajak para buruh menasionalisasi perusahaan Belanda. Jalur ini adalah cara 'ngotot' Sukarno akibat upaya damai di PBB tak berhasil.
Cara ini mengakibatkan kerusuhan dan perlawanan rakyat Indonesia kepada Belanda, yang mengakibatkan peristiwa Zwarte Sinterklaas. Peristiwa ini membuat masyarakat sipil Belanda yang sudah lama menetap terusir. Pada 1960, hubungan diplomatik RI-Belanda terputus.
Indonesia mempersiapkan militernya untuk melakukan konfrontasi dengan meminta bantuan negara lain. Awalnya kepada Amerika Serikat, tetapi ditolak, dan berpindah ke Uni Soviet dan Polandia. Usaha itu dilakukan oleh A.H Nasution bersama Menlu Indonesia Subandrio, Januari 1961.
Tak tinggal diam, Belanda protes pada PBB dan menuduh Indonesia melakukan agresi. Maka kerajaan itu mengirimkan kapal induk Karel Doorman. 1961 pun Belanda mendirikan Dewan Papua untuk mewujudkan kemerdekaannya sendiri.
Baca Juga: Zwarte Sinterklaas, Eksodus Masyarakat Sipil Belanda dari Indonesia
Pada 26 September 1961, Menlu Belanda J. Luns membuat langkah baru, agar dunia membantu menyelesaikan masalah Papua. Ia berjanji, Papua akan diinternasionalkan, didekolonisasi, dan menentukan hak nasib sendiri.
1 Desember 1961, Dewan Papua mengibarkan bendera nasionalnya, Bintang Kejora, dan memilih "Hai Tanahku papua" sebagai lagu kebangsaan. Bendera ini menjadi simbol nasionalisme Papua yang dibawa Koreri di Biak pada Perang Dunia II, tulis Saltford.
19 Desember, Indonesia menentang pembentukan Negara Papua dan mendeklarasikan Trikora dan mulai mengirimkan tentara. Mereka menganggap Negara Papua adalah negara boneka yang dibentuk Belanda.
Amerika Serikat menentang rencana Luns. Rostow yang merupakan Penasihat Urusan Keamanan Nasional menyampaikan pada John F. Kennedy, tindakan Belanda akan membuat Indonesia berpihak pada Soviet. Rostow menyarankan bahwa penentuan nasib sendiri itu tak berarti.
Maka pada Februari 1962, John F. Kennedy selaku presiden AS berkunjung ke Jakarta untuk melakukan perundingan bersama Sukarno. AS juga membujuk agar Indonesia mau berunding di PBB, dan disetujui. Saat itu pula kondisi AS-Indonesia juga sedang membaik.
Baca Juga: Seabad Soeharto: Selain Kontroversinya, Ada Siasat Politik Cerdik
Source | : | Berbagai Sumber |
Penulis | : | Afkar Aristoteles Mukhaer |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR