Nationalgeographic.co.id—Sepanjang hidupnya, nelayan Alaska, Dune Lankard telah melaut untuk mencari makanan dan pekerjaan hidupnya.
"Saya mulai memancing ketika saya berusia lima tahun," kata Lankard, anggota komunitas Athabaskan Eyak, sebuah kelompok pribumi dari Copper River Delta di laman Smithsonian. "Saya benar-benar tidak memiliki keterampilan di luat lautan."
Ia lahir pada 1959, tahun yang sama saat Alaska menjadi negara bagian. Lankard telah menyaksikan berbagai bencana alam dan buatan manusia yang mengganggu industri dan tanah airnya. Termasuk komoditasi cara hidup nelayan tradisional masyarakat adat.
"Sebagai nelayan pribumi, saya telah melihat semuanya," katanya.
Pada 1964, gempa bumi besar berkekuatan 9,2 yang disebut Gempa Besar Alaskan memicu gelombang tsunami yang menewaskan lebih dari 130 orang dan menghancurkan perikanan.
Tepat 25 tahun kemudian, sebuah kapal tanker minyak Exxon Valdez menabrak Bligh Reef di Prince Williwam Sound, memuntahkan 10,8 juta galon minyak mentah ke laut. Tumpahan memengaruhi 1.300 mil air dan garis pantai.
Sekarang, nelayan Alaskan menghadapi masalah mendesak lainnya.
Alaska sudah merasakan dampak perubahan iklim, karena lautan yang memanas telah mendatangkan malapetaka para ekosistem krill, hutan rumput laut liar, salmon, dan burung.
Itu semua adalah sisa kerugian yang disebabkan oleh tumpahan minyak tahun 1989/.
Sebelum tumpahan Exxon, ikan herring musi semi di Sound berjumlah lebih dari 200.000 ton yang pulang ke rumah. Saat ini, hanya ada 4.000 ton yang kembali setiap tahun.
Setelah beberapa musim buruk berturut-turut, Lankard pun baru-baru ini menjual izin memancingnya.
Baca Juga: Air Danau Raksasa Antarktika Tiba-tiba Hilang, Diduga Mengalir ke Laut
Untuk membantu mengurangi efek dari pemanasan air, Lankard sekarang merangkul metode yang dikenal sebagai pertanian laut regeneratif, yang melibatkan tumbuh rumput laut dan kerang di taman bawah air kecil.
Dulunya seorang Lankard adalah nelayan komersial. Sekarang kebanyakan waktunya dipakai untuk bertani rumput laut.
"Alaska selalu didasarkan pada ekstraksi. Kami adalah negara bagian ekstraksi sumber daya alam," kata Lankard. "Apa yang dilakukan oleh pertanian laut regeneratif adalah menciptakan ekonomi regeneratif baru yang didasarkan pada konservasi, restorasi, dan mitigasi, yang bertentangan dengan ekstraksi sumber daya yang lebih banyak."
Konsep pertanian laut regeneratif yang sedang berkembang ini dikembangkan dan dinamai oleh Bren Smith, seorang nelayan komersial Kanada yang menjadi petani laut. Ia percaya bahwa pertanian laut adalah model pertanian baru di masa depan.
Setelah meninggalkan kapal penangkap ikan komersial di Laut Bering pada 1990-an untuk bekerja di peternakan salmon, Smith berkecil hati dengan monokultur yang melekat pada peternakan itu.
Akuakultur disebut-sebut sebagai solusi penangkapan ikan yang berlebihan, katanya, namun Smith merasa itu sama merusaknya. Kecewa dengan industri perikanan, Smith mulai mencari cara yang lebih berkelanjutan untuk berkerja di laut.
Baca Juga: Marae Moana, Komitmen Kepulauan Cook untuk Menjaga Samudra Pasifik
Dia pergi ke Long Island Sound, di mana ada program untuk menyewakan tempat penangkapan kerang kepada nelayan komersial muda di bawah 40 tahun.
Dia menyewa 20 hektar air, di mana dia memelihara tiram, kerang, dan rumput laut di Thimble Island Ocean Farm do Connecticut sejak 2005. Smith pun mengasah model pertanian laut yang berkelanjutan, perjalanan panjang membuatnya ia menerima James Beard Award, Eat Like a Fish.
"Apa yang unik dari laut sebagai ruang pertanian? Ketika anda berhenti dan menanyakan pertanyaan itu, itu menjadi amat mudah," kata Smith. "Lautan seperti tidak perlu berenang jauh dan tidak perlu memberi makan. Ketika anda melihat laut seperti itu, ada ratusan jenis kerang dan ribuan tanaman dapat kita tanam. Itu membuka seluruh perbatasan pertanian."
Baca Juga: Film yang Membuat Setiap Orang Bisa Selamatkan Terumbu Karang Dunia
Source | : | Smithsonian |
Penulis | : | Fikri Muhammad |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR