Ketegangan yang sudah berlangsung lama antara Rusia dan Georgia meningkat menjadi pertempuran pada musim panas 2008. Rusia bergerak untuk menguasai kembali beberapa wilayah yang memisahkan diri. Pasukan Rusia mengalahkan angkatan darat Georgia, dan Rusia mengakui Ossetia Selatan dan Abkhazia sebagai negara baru. Hal itu merupakan peringatan bahwa pertempuran kecil di daerah perbatasan bisa saja mengobarkan perang dunia. Namun, Uni Eropa dan A.S. tampaknya enggan ikut campur. Sejak perang itu, kebijakan Georgia yang pro-Barat jalan di tempat. Meskipun perbatasan antara kedua negara sudah dibuka kembali Maret lalu, ketegangan masih tinggi.
Seperti Prometheus, yang dirantai oleh para dewa di Pegunungan Kaukasus sebagai hukuman karena memberi manusia api, Georgia tetap terbelenggu oleh lokasi geografisnya. Namun, posisinya di peta mungkin merupakan modalnya yang paling kuat. Bagi NATO, Kaukasus selatan sekarang dipandang sebagai rute yang dibutuhkan untuk memasok keperluan perang di Afganistan, sejak serangan teroris pada November 2008 mulai mengancam rute pasokan melalui Celah Khyber di Pakistan. Bagi Turki yang merupakan mitra dagang yang penting, Georgia adalah pintu masuk ke Asia tengah. Armenia dan Rusia tidak dapat melakukan perdagangan tanpa melalui Georgia. Sementara minyak Azerbaijan tidak dapat mencapai Mediterania tanpa melintasi Georgia yang memperoleh penghasilan sekitar 650 miliar rupiah sebagai ongkos transit.
Georgia adalah pemain kecil dalam ajang permainan ini, posisi tawarnya terbatas. Memang, dampak paling besar Jalan Sutra Besi atas Georgia mungkin hanyalah kerisauan yang bakal hadir di pelabuhan Batumi dan Poti di Laut Hitam, pusat perekonomian paling dinamis di negara itu, apabila kargo ternyata dapat dibelokkan ke Turki. Namun, Georgia tetap dapat berharap bahwa jika terjadi lagi konflik dengan Rusia, negara-negara Eropa akan menganggapnya tidak adil jika perdagangan mereka melalui Kaukasus selatan terganggu.
Di Akhalkalaki, Grigoriy Lazarev membereskan timbangan dan batu timbangan satu dan lima kilogram yang sudah berkarat, dan perlahan-lahan berjalan meninggalkan pasar. Dia berpapasan dengan iring-iringan mobil jenazah yang melintas di jalan utama, foto almarhum dipasang di kaca depan mobil. Dengan melipat tangan, para lelaki berjalan melalui lumpur yang menutupi jalan, sementara para wanita berjalan melalui lumpur di trotoar.
!break!
Rumah kecil Lazarev dibangun pada 1850, pada masa pemerintahan Nicholas I. Atapnya sudah miring, nyaris runtuh. Lazarev tidak punya uang untuk memperbaikinya. Dia dan keluarganya hidup dari uang pensiun ibunya sebesar 90 lari (sekitar Rp45.000) setiap bulan. Tetapi, tetap saja, di saat mereka kedatangan tamu, istri Lazarev, Lisa, menyibukkan diri menata meja dan menyajikan makanan yang mereka punyai. Putrinya, Gohar, duduk di kursi piano kecil yang sudah tua dan berlatih memainkannya, memenuhi ruangan kecil itu dengan alunan lagu dan kesalahan kecil-kecil. Lazarev mengeluhkan nasib buruknya karena tidak berhasil mendapatkan pekerjaan di proyek rel kereta api dan nasibnya secara keseluruhan, tetapi dengan suara yang tidak terlalu keras agar tidak terdengar oleh keluarganya.
Dia mencari-cari sesuatu di lemari pakaian, lalu kembali ke meja. Dia memegang emblem berhias yang biasa dikenakan di bagian bahu seragam militer; warna kain yang semula hijau sudah pudar menjadi abu-abu. Itu tanda kepangkatan letnan, teknisi yang bertugas di perbatasan Rusia. "Kakekku bertugas di bawah pemerintahan Nicholas II," kata Lazarev. "Dia membangun jalan ke Akhaltsikhe dan Batumi." Lazarev tersenyum, yang jarang dilakukannya, kemudain ruangan itu menjadi gelap. Listrik mati di Akhalkalaki, dan keluarga Lazarev pun tak bersuara, kecuali piano tua yang terus berdenting.
Listrik yang berlimpah menjadi kesan pertama di Baku, lampu jalan memagari jalanan beraspal yang baru dibangun dari bandara ke kota. Baku tidak lagi memasok separuh kebutuhan minyak bumi dunia sebagaimana yang dilakukannya di awal abad ke-20. Namun, kesan itu masih hadir. Dalam tiga tahun terakhir, segala macam toko mewah dibuka di sepanjang jalan raya Neftchiler Prospekti, etalasenya memantulkan permukaan Laut Kaspia. Saat ini sedang berjalan proyek bernilai Rp45 triliun, yaitu pesanggrahan ramah lingkungan di Pulau Zira, di teluk di balik kota. Hotel Four Seasons tidak lama lagi akan dibuka untuk menyambut para tamu yang datang ke Baku karena tertarik oleh kekayaan perusahaan minyak nasional yang dimonopoli negara, yang berlokasi di seberang jalan. Dalam kurun lima tahun sejak jaringan pipa BTC mulai mengalirkan minyak dari Laut Kaspia dan menggelontorkan uang ke Baku, perekonomian Azerbaijan tumbuh lebih dari 100 persen.
Pada tahun-tahun setelah Presiden Turki, Süleyman Demirel, mengemukakan topik Jalan Sutra Besi dalam pidatonya di Tbilisi akhir 1990-an, pihak-pihak yang terlibat berusaha mengamankan pendanaan internasional untuk pembangunannya. Namun, warga Armenia yang berada di luar negara mereka memblokir semua upaya pendanaan itu dan dengan meyakinkan mengemukakan, pendapat bahwa rute rel kereta api itu, seperti juga jaringan pipa minyak sebelumnya, menyiratkan hukuman yang terkait dengan Nagorno-Karabakh. Washington, Uni Eropa, dan Bank Dunia pun menjauh. Ketika keran minyak dibuka pada 2005 (yang dalam waktu singkat menyebabkan pertumbuhan perekonomian Azerbaijan menjadi yang maju paling pesat di dunia) keraguan dunia internasional tidaklah lagi jadi masalah. Sekarang Azerbaijan dapat membiayai sendiri bagian rel kereta api yang menjadi tanggungannya sekaligus memperbaiki jalur usang sepanjang 503 kilometer ke perbatasan Georgia. Negara itu juga memberikan pinjaman kepada Georgia beberapa ratus juta dolar AS untuk pembangunan rel kereta api yang menjadi tanggungan negara tetangga itu dengan syarat yang ringan—25 tahun dengan bunga tahunan satu persen. Menjadi dermawan memang mudah bagi negara kaya raya.
!break!
Tidak ada kereta api yang melewati kampung halaman Musa Panahov di Azerbaijan barat, sehingga yang bisa dia lakukan adalah mencari kerja di bidang perkeretaapian. Panahov adalah lulusan Institut Transportasi Moskwa pada masa pemerintahan Leonid Brezhnev, kemudian dia bekerja di perusahaan kereta api Soviet. Uni Soviet adalah negara yang memiliki sistem kereta api terbesar di dunia berdasarkan volume dan jaringan rel; semua barang keperluan militer diangkut dengan kereta api. Jaringan yang dikelola secara terpusat itu menjadi bagian penting dalam infrastruktur keamanan nasional, dilindungi dan mendapatkan hak istimewa. Karyawan perusahaan kereta api akhirnya memiliki rumah sakit sendiri, sekolah sendiri, bahkan juga pasukan pengaman sendiri. "Kami memiliki segalanya, kecuali menteri luar negeri," kata Panahov yang sekarang menjabat sebagai wakil menteri perhubungan Azerbaijan.
Di Aerbaijan masa kini, rel kereta api tidak lagi sepenting dulu. Minyak dan gaslah yang sekarang menjadi unggulan, berdasarkan program mendiang Heydar Aliyev, presiden ketiga dan arsitek negeri modern itu. Dengan kepribadiannya yang kuat, Aliyev membentuk Azerbaijan menjadi sosok negara seperti sekarang ini: penguasa perekonomian di kawasan yang relatif aman dan boleh dikatakan mandiri. Aliyev memiliki pandangan maju dengan mengundang sejumlah perusahaan asing untuk bekerja sama dalam pengembangan Laut Kaspia, dan dia memahami pentingnya Jalan Sutra Besi. Adapun Pahanov adalah orang yang membantu Aliyev mewujudkan rencananya bagi kemandirian Azerbaijan secara berkelanjutan.
Pahanov, 51 tahun, membentangkan gulungan peta Kaukasus selatan di atas meja di kantornya, kemudian perlahan-lahan menggerakan jemarinya di atas peta, dari timur ke barat, dari Laut Hitam ke Laut Kaspia. Di meja itulah dia berunding dengan para menteri perhubungan Georgia dan Turki dalam sejumlah diskusi yang berlangsung hingga subuh. Dengan wajah polos, tetapi rambut yang sudah beruban, Pahanov berbicara dengan suara lembut ketika menyebutkan angka-angka. Panjang total Jalan Sutra Besi: 800 kilometer. Kapasitas kargo tahunan: 25 juta ton. Dia bercerita tentang warga Azerbaijan yang melarikan diri ke Turki untuk menghindari kaum komunis. "Aku merasa bahagia karena dapat mempersatukan kembali mereka yang sudah tercerai-berai," katanya.
Azerbaijan menjadi republik demokrasi Muslim pada 1918 dan menikmati status tersebut selama beberapa tahun. Namun, sejak pecahnya Uni Soviet, Azerbaijan boleh dikatakan tidak lagi didominasi Muslim atau tidak lagi demokratis. Sulit menemukan menara masjid sebagai lambang Islam ataupun pemilu yang jujur di Baku sebagai lambang demokrasi, tidak seperti menemukan mobil mewah Bentley. Kemakmuran dan keadilan sosial seharusnya dapat dinikmati secara merata, tetapi ketika suatu negara memiliki minyak, amatlah menggoda untuk berfokus pada kepentingan pribadi dan mengabaikan kepentingan orang banyak. Yang lebih menggoda lagi adalah ketika dunia memerlukan barang yang dapat diberikan oleh negara itu. BTC adalah satu-satunya jaringan pipa yang menyediakan minyak bumi non-usia, non-OPEC, dan non-Arab ke kapal-kapal tanker di Mediterania. Dengan memudarnya pasokan minyak global, pengaruh Azerbaijan pun semakin kuat.
!break!
Keadilan sosial bukanlah topik yang diperbincangkan secara terbuka di Azerbaijan. Yang lebih penting bagi para penguasa adalah kenyataan bahwa negara kecil itu mampu bertahan—dan sekarang tumbuh pesat—di lingkungan yang sulit. Sebagaimana yang dikatakan seorang pejabat, "Orang-orang yang optimistis tinggal di Georgia, para pengeluh tinggal di Armenia, tetapi orang-orang yang realistis tinggal di Azerbaijan."
Lebih tepatnya, tinggal di Baku. Perjalanan singkat melalui rel kereta api yang ada sekarang, yang menuju ke barat laut dari ibukota, tidak menampilkan para politikus yang realistis, melainkan realita itu sendiri, deretan gubug yang dihuni warga yang belum ikut menikmati kekayaan minyak Baku. Seperempat warga Azerbaijan masih hidup di bawah garis kemiskinan.
Gerbong kereta api tersebut masih mempertahankan kilau hiasan Soviet yang sudah retak-retak, tirai yang terasa kasar saat disentuh, lukisan pemandangan yang digantung di dinding antarjendela. Para pegawai perusahaan kereta api yang berseragam rapi melayani penumpang saat kereta api meluncur melalui kawasan yang benar-benar kontras dengan kemewahan penduduk Baku. Seorang perempuan menyerok batubara ke dalam tungku yang memanaskan bagian dalam gerbong kereta. Musa Pahanov mengenal kereta api tersebut, dan maklum bahwa kereta api itu tidaklah setanding dengan kereta api di Jerman, Jepang, atau AS. Dia adalah pencinta kereta api di negara minyak. "Tetapi, minyak dan gas akan habis di suatu waktu nanti," katanya sambil tersenyum. "Kereta api akan terus ada."
Penulis | : | |
Editor | : | Administrator |
KOMENTAR