Badai super sekelas Carrington mungkin hanya terjadi sekali dalam beberapa abad. Namun, badai yang jauh lebih kecil dapat menyebabkan kerusakan berarti, terutama karena manusia menjadi semakin tergantung pada teknologi satelit. Badai matahari mengganggu ionosfer—lapisan atmosfer Bumi tempat aurora terjadi. Para pilot dari hampir 11.000 penerbangan komersial dengan rute di atas daerah kutub utara tiap tahunnya bergantung pada sinyal radio gelombang pendek yang memantul dari ionosfer untuk komunikasi di atas lintang 80 derajat. Ketika cuaca antariksa mengganggu ionosfer dan memutuskan komunikasi gelombang pendek, pilot diharuskan mengubah rute, bisa menambah biaya hingga hampir semiliar rupiah per penerbangan. Ionosfer yang terganggu juga mengacaukan sinyal GPS, menyebabkan kesalahan posisi hingga 50 meter. Artinya, para penyurvei harus berhenti, pengeboran minyak lepas pantai sulit untuk tetap pada posisinya, dan para pilot tak dapat bergantung pada sistem GPS untuk pendaratan.
Sinar UV selama suar matahari dapat mengganggu orbit satelit karena pemanasan atmosfer, menyebabkan pelambatan gerak. NASA memperkirakan bahwa Stasiun Antariksa Internasional turun lebih dari 300 meter sehari ketika matahari berulah. Badai matahari juga merusak satelit komunikasi, mengubah mereka menjadi “satelit zombie”, melayang dan mati.
!break!
Berbeda dengan satelit di angkasa, hampir semua jaringan listrik tidak memiliki perlindungan terhadap badai geomagnetik yang kuat. Karena transformer besar terpancang di Bumi, badai geomagnetik dapat mengalirkan arus yang menyebabkan terlalu panas, kebakaran, atau meledak. Kerusakan ini bisa mendatangkan bencana mengerikan. Menurut John Kappenman dari Storm Analysis Consultants, sebuah badai matahari seperti yang terjadi pada Mei 1921, dapat memadamkan listrik lebih dari separuh Amerika Utara pada hari ini. Sementara, badai berkekuatan seperti kejadian 1859, dapat menghancurkan keseluruhan jaringan, menyebabkan ratusan juta orang kembali ke jaman sebelum listrik selama berminggu-minggu bahkan berbulan-bulan. Mengutip perkataan Kappenman, kita sedang “bermain rolet Rusia dengan matahari.”
Setidaknya kita tidak bermain dengan menutup mata. Pada 1859 dunia memiliki beberapa peralatan untuk mempelajari matahari, di luar teleskop dan sedikit stasiun pengawas magnetik. Para ilmuwan masa kini terus-menerus memonitor bintang kita dengan armada satelit yang banyak dan mengagumkan, mampu mengambil gambar dalam sinar-x dan gelombang ultraviolet yang terhalang oleh atmosfer Bumi. Pesawat ruang angkasa terkenal ACE (Penjelajah Komposisi Canggih), yang diluncurkan Agustus 1997, memonitor angin radiasi matahari dari orbit 1,5 juta kilometer ke arah matahari dari Bumi. SOHO, Solar and Heliospheric Observatory, membawa selusin detektor yang merekam semuanya mulai dari proton angin radiasi matahari berkecepatan tinggi hingga osilasi matahari berkecepatan lambat. STEREO yang terdiri atas sepasang satelit, mengambil gambar matahari secara 3-D yang mengungkapkan bagaimana lontaran massa korona melesat. Sementara itu, Solar Dynamics Observatory diluncurkan ke orbit geosinkron pada Februari 2010, mengunduh 1,5 terabit data setiap hari tentang atmosfer matahari, osilasi, dan bidang magnetik.
Namun masih banyak yang harus dilakukan. “Pengetahuan cuaca antariksa masih seperti cuaca daratan di Bumi pada 50 tahun lalu,” kata fisikawan Douglas Biesecker dari Space Weather Prediction Center milik NOAA di Colorado. Karena dampak badai tergantung pada bagaimana bidang magnetiknya terhubung dengan Bumi, para ilmuwan tidak dapat menentukan intensitas badai hingga mencapai satelit ACE. Kadang-kadang hal ini terjadi hanya 20 menit sebelum menghantam Bumi.
Jadi para peneliti berkonsentrasi pada prakiraan potensi kekuatan badai dan kemungkinan waktu datangnya, memberikan waktu bersiap bagi sistem yang rentan. Oktober lalu, kelompok NOAA meresmikan sebuah model komputer baru, disebut Enlil, nama untuk dewa angin Sumeria. Enlil mampu memprediksikan kapan sebuah CME menabrak Bumi, ditambah dan dikurangi enam jam—dengan tingkat akurasi dua kali lipat dari perkiraan sebelumnya. Prakiraan Enlil tentang kedatangan potensi badai besar pada 8 Maret tahun ini hanya meleset 45 menit. Badai tersebut ternyata tidak berbahaya. Lain kali kita belum tentu beruntung.
“Kita belum melihat sesuatu yang besar di siklus matahari kali ini,” kata Biesecker. “Namun sekarang kita tahu bahwa ketika yang besar datang, kita akan dapat mengetahuinya.”
Penulis | : | |
Editor | : | Administrator |
KOMENTAR