Levison, yang biasa dipanggil “Hal”, bertubuh kekar dengan rambut beruban tipis yang dikuncir dan berewok awut-awutan bergaya Sinterklas. “Yang akan saya sampaikan ini benar-benar luar biasa gila,” katanya pada awal seminar baru-baru ini. “Jika hal ini kami terbitkan, mungkin karier saya bisa tamat.”
Pernyataan serupa sebetulnya berlaku tahun 2004, untuk hal yang sekarang disebut model Nice—hipotesis yang dikembangkannya bersama rekan-rekannya, termasuk Alessandro Morbidelli dari Observatoire de la Côte d’Azur di Nice, berdasarkan puluhan simulasi komputer.
Pada dasarnya, tim Levison mengusulkan bahwa empat planet raksasa di tata surya kita—Yupiter, Saturnus, Uranus, dan Neptunus—awalnya lebih berdempetan, dalam orbit yang hampir lingkaran, dan tiga planet terakhir lebih dekat dengan matahari daripada orbitnya sekarang.
Pada mulanya, keempat planet itu berada dalam nebula surya berbentuk cakram, yang masih penuh dengan puing es dan batu. Karena planet tersebut menyerap planetesimal atau melemparkannya ke luar tata surya saat berpapasan dalam jarak dekat, cakram itu pun semakin bersih. Karena planet juga tarik-menarik, seluruh sistem itu tidak stabil—“tingkat kekacauannya hampir tak terhingga,” kata Levison.
Alih-alih setiap planet hanya terhubung ke matahari dengan batang kuningan, bayangkan ada tambahan pegas gravitasi yang menghubungkan semua benda langit itu. Pegas terkuat menghubungkan dua benda terbesar, Yupiter dan Saturnus. Sentakan pada pegas itu mengguncang sistem.
Dan itulah, menurut tim ini, yang terjadi ketika tata surya berumur sekitar 500 juta sampai 700 juta tahun. Saat planet berinteraksi dengan planetesimal, orbitnya sendiri mengalami pergeseran. Yupiter bergerak sedikit ke dalam; sementara Saturnus bergerak sedikit ke luar, sebagaimana halnya Uranus dan Neptunus. Semuanya terjadi perlahan—hingga suatu ketika Saturnus tepat berevolusi sekali setiap Yupiter berevolusi dua kali.
!break!
Resonansi satu banding dua itu tidak stabil seperti resonansi yang terjadi antara Neptunus dan Pluto; itu sentakan singkat yang kuat pada pegas gravitasi. Saat Yupiter dan Saturnus mendekat dan tarik-menarik berulang kali pada titik yang sama di orbitnya, orbit yang hampir lingkaran itu memanjang menjadi elips yang kita lihat sekarang.
Orbit seperti itu segera mengakhiri resonansi yang presisi, tetapi Saturnus sudah telanjur pindah ke dekat Uranus dan Neptunus, sehingga mempercepat keduanya. Kedua planet itu terdorong ke luar dengan kencang.
Sementara Uranus dan Neptunus mengarungi zona-zona tata surya yang masih dipenuhi planetesimal sarat es, keduanya memicu efek kumulatif yang merusak. Bola es berlontaran ke segala arah. Banyak benda, mungkin termasuk komet Wild 2, tersebar ke dalam sabuk Kuiper.
Entah berapa banyak—mungkin satu triliun—yang terasingkan lebih jauh lagi ke awan Oort, suatu kepompong raksasa komet yang tersebar hingga setengah jalan ke bintang tetangga. Banyak komet juga terlontar ke dalam tata-surya-dalam, dan di sana menabrak planet atau hancur terkena panas matahari.
Sementara itu, migrasi planet-raksasa juga mengganggu sabuk asteroid batu di antara Yupiter dan Mars. Asteroid yang bertebaran itu bergabung dengan komet dari tempat jauh, membentuk Bombardir Besar Akhir. Misi NASA baru-baru ini yang disebut GRAIL mendokumentasikan seberapa parah bulan kita terkena dampaknya saat itu, dan pada masa sebelumnya dalam sejarah: seluruh permukaannya retak-retak besar.
Bumi tentu terkena serangan lebih gencar, tetapi pergeseran lempeng tektonik telah meniadakan kawah-kawah yang dulu terbentuk. Masa terburuk Bombardir Berat Akhir berhenti, menurut model Nice itu, dalam waktu kurang dari 100 juta tahun. Tetapi, kajian terbaru oleh Bill Bottke dari Southwest Research Institute menyiratkan bahwa tumbukan yang berlangsung mungkin mengganggu kehidupan selama hingga dua miliar tahun lagi.
Penulis | : | |
Editor | : | Administrator |
KOMENTAR