Nationalgeographic.co.id—Peraturan MKP No. 17 Tahun 2021 tentang pengelolaan benih bening lobster, kepiting, dan rajungan akan dilaksanakan. Ada beberapa hal yang diatur di sini, terutama terkait pelarangan ekspor benih bening lobster.
Peraturan mengenai benih lobster ini mengalami tiga kali perubahan yang maju mundur. Pada era Susi Pudjiastuti, aktivitas penangkapan benih bening lobster dilarang secara tegas. Baik untuk budidaya, penelitian, ekspor, dan lainnya.
Hal itu tertuang pada Peraturan Menteri (Permen) KP Nomor 56 Tahun 2016 tentang Larangan Penangkapan dan/atau Pengeluaran Lobster, Kepiting, dan Rajungan Dari Wilayah Negara Republik Indonesia. Alasan Susi saat itu adalah pembukaan ekspor hanya menguntungkan negara tetangga terutama Vietnam sebagai seorang pembeli. Mereka bisa kembangkan budidaya hasil beli benih lobster dari Indonesia lalu menegkspornya ke negara lain, tentu dengan nilai yang lebih tinggi.
Kemudian penggantinya, Edhy Prabowo, mengganti kebijakan tersebut melalui Permen Nomor 17 Tahun 2020. Mantan Menteri yang kena kasus korupsi itu mengizinkan ekspor benih lobster. Dalihnya, banyak nelayan yang menggantungkan hidupnya pada komoditas tersebut.
Saat ini, Menteri Kelautan dan Perikanan, Sakti Wahyu Trenggono resmi melarang ekspor benih lobster. Di sana, menurut Muhammad Zaini, Dirjen Perikanan Tangkap menjelaskan bahwa benih lobster tidak boleh diekspor tapi boleh ditangkap untuk dibudidayakan dan riset.
"Boleh ditangkap tapi hanya riset dan budidaya. Juga terkait pelarangan benih lobster, dari segi ukuran, lobster yang boleh ditangkap hanya untuk budidaya di dalam negeri," kata Zaini di acara daring bertajuk Jalan Yang Benar Untuk Benur yang diadakan oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan.
Ukuran benih lobster yang bisa ditangkap lebih besar 6 centimeter, diatas 150 gram untuk jenis pasir dan di atas 200 gram untuk jenis lainnya.
Menurut Zaini, berdasarkan pada potensi yang dikeluarkan oleh Komnas Kajiskan, ada aturan tentang kuota, alat penangkapanya, dan siapa yang boleh menangkap benih lobster tersebut.
"Penetapan kuota perikanan tangkap berkaitan dengan kuota. Berapa dan di mana yang bisa ditangkap. Alat penangkap harus bersifat pasif dan ramah lingkungan. Yang boleh menangkap adalah nelayan kecil dan mereka harus terdaftar," tutur Zaini.
Baca Juga: Seorang Wanita Tewas akibat Serangan Beruang Grizzly yang Tidak Biasa
Yudi Nurul Ihsan, Dosen Program Studi Konservasi Laut Universitas Padjadjaran mempertanyakan nasib peraturan menteri tersebut kedepan. Apakah itu nanti menjadi legasi menteri yang positif atau negatif.
"Harapanya dengan Permen 17 ketika nanti kita monitoring atau evaluasi satu atau dua tahun kedepan terlihat dampak, apakah terjadi peningkatan pada kesejahteraan masyarakat pesisir?" Tutur Yudi di acara yang sama.
Menurut Yudi, pada Permen 17 Sejatinya harus mengelola lobster secara keseluruhan, tidak terbatas pada benih lobster saja. Apalagi, yang jadi perhatiannya, mengenai pengawasan.
"Apakah memang bisa benar benar memberhentikan kegiatan ilegal benih lobster? ketika Permen 56 yang sama sekali melarang menangkap benih lobster saja masih ada kasus ekspor. Jangan-jangan nanti ada kelompok yang melakukan ilegal ekspor bisa bermain dalam hal ini," tuturnya.
Ia juga mempertanyakan apakah kegiatan budidaya lobster akan meningkat atau sama saja? "Seolah-olah kita berangkat dari nol untuk budidaya lobster, apakah mungkin pemerintah memberikan insentif dan inovatif untuk melakukan budidaya tersebut?" katanya.
Baca Juga: Puluhan Ribu Hewan Laut Terebus Hidup-Hidup Akibat Gelombang Panas
Soal Juknis dari Permen 17 ini, menurut Tb. Haeru Rahayu, DJPB KKP, minggu depan sudah bisa dioperasikan.
Ia juga merunutkan pasal-pasal terkait benih lobster dalam Permen 17.
Pada pasal 2 ayat 1 mengatakan bahwa penangkapan benih lobster hanya untuk pembudidayaan. Kemudian pada Pasal 3 ayat 1 menyebutkan bahwa pembudidayaan benih lobster wajib dilakukan di wilayah provinsi yang sama. Kemudian pada pasal 3 ayat 2, disebutkan bahwa benih lobster dapat dilakukan untuk kegiatan pendidikan, penelitian, pengembangan, dan kajian.
Terdapat empat kriteria pembudidayaan dari mikro, kecil, menengah, dan besar dengan 6 persyaratan. Yakni lokasi, daya dukung perairan, sarana prasarana, penanganan penyakit, penanganan limbah, dan fasilitas dinas. Adapula aturan untuk syarat lalu lintas benih lobster untuk pembudidayaan.
Baca Juga: Label Pangan, Hal Penting yang Harus Diperhatikan Sebelum Membeli Makanan dan Minuman Kemasan
"Pembudidaya dapat melakukan lalu lintas benih lobster dari lokasi budidaya dalam wilayah NKRI dengan ketentuan ukruan benih minimal 5 gram," katanya di acara yang sama.
Jika pembudidaya tidak memenuhi dokumen persyaratan, maka akan dikenakan sanksi terhadap pemusnahan benih bening lobster jika pemilik tak bersedia menigirim mereka kembali ke area asal. Dan jika budidaya itu dinyatakan tertular HPIK (Hama Penyakit Ikan Karantina) dan tidak aman untuk dikonsumsi.
"Cara pemusnahan bisa dibakar, dihancurkan, dikubur, atau dimusnahkan dengan cara lain. Pemilik wajib menanggung segala biaya yang timbul atas pemusnahan dan tidak berhak menuntut ganti rugi," kata Haeru dia cara yang sama.
Rekomendasi pelepasan dapat dilakukan di zona peruntukannya sesuai dencan rencana tata ruang wilayah priovinsi. "Jika benih bening lobster yang ditangkap tidak sesuai dengan ketentuan pasal 2 maka dilakukan pelepasan ke alam atau digunakan untuk kepentingan penelitian," kata Hendra Yusran, Dirjen Pengelolaan Ruang Laut.
Baca Juga: Ilmuwan Berhasil Selamatkan Bayi Gurita yang Terjebak Sampah Plastik
Source | : | Kementerian Kelautan dan Perikanan |
Penulis | : | Fikri Muhammad |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR