Frank Behrens mematikan mesin kapal motor Hurricane yang panjangnya enam meter. Dia adalah seorang juru bicara yang supel untuk perusahaan pengembang properti Belanda, yang justru melihat peluang dalam perubahan iklim. Kami pun terapung-apung di tengah air payau Danau Maule milik pribadi di kota North Miami Beach. Tempat ini bukanlah taman firdaus.
Danau ini, seperti begitu banyak danau lain di Florida, tadinya tambang batu. Bertahun-tahun selanjutnya, danau ini menjadi arena balap perahu, hingga tempat berenang lembu laut. Belakangan ini, dua pengembang mempertimbangkan menguruk sebagian danau itu untuk membangun kondominium. Behrens sedang mempromosikan desa apung dengan 29 pulau pribadi buatan, masing-masing dilengkapi dengan vila anggun, pantai pasir, kolam, pohon palem, dan dermaga untuk kapal pesiar. Harganya: Rp155 miliar per pulau.
Dutch Docklands, perusahaan Behrens, telah membeli hak pengembangan untuk danau itu dan sedang memasarkan pulau-pulau tersebut sebagai obat penawar perubahan iklim bagi si kaya. Soal risiko akibat kenaikan permukaan laut, nah, itulah keunggulan rumah apung. Pulau tersebut akan ditambatkan ke dasar danau dengan tambatan naik-turun, yang mirip dengan tambatan yang membantu anjungan minyak lepas pantai menghadapi badai besar.
Rencana desa apung ini adalah bagian dalam gairah pembangunan yang sedang menggila, terdorong oleh orang-orang kaya Amerika Selatan dan Eropa yang membeli dengan uang tunai, mengubah cakrawala kota Miami. Dari perahu kami, terlihat derek konstruksi bertebaran di langit di sepanjang pulau penghalang Kepulauan Sunny, yang sedang dilanda demam rumah mewah. Di pasar properti yang mengagungkan kemewahan—Menara Desain Porsche senilai 6,9 triliun rupiah di sana memiliki lift mobil berdinding kaca yang dapat berhenti di setiap apartemen—mungkin tak terhindarkan bahwa ancaman terbesar bagi keberadaan Florida Selatan digunakan sebagai strategi promosi.
Proyek Dutch ini sepertinya hanya pengembangan sinting terbaru dalam riwayat panjang pengembangan properti yang sinting di Florida. Namun, desainnya yang sadar-iklim membedakannya dengan sebagian besar gedung tinggi di sekitarnya, yang dibangun tanpa terlalu mempertimbangkan kenaikan laut yang diramalkan akan sering membanjiri Florida Selatan dalam beberapa dasawarsa mendatang dan menenggelamkan sebagian besar wilayah itu sebelum akhir abad ini.
Pendekatan yang bertentangan ini—hajar saja, meski hanya bertahan sampai kredit bank lunas, atau lihat ke depan, bersiap menghadapi yang akan datang—mencerminkan titik balik dalam diskusi tentang perubahan iklim. Sementara peringatan tentang pemanasan global semakin mendesak dan konsekuensinya semakin tampak, semakin banyak pula bisnis, serta pejabat setempat, yang memperhitungkan perubahan iklim dalam keputusan. Mereka menggeser fokus ke adaptasi cuaca buruk dan banjir, yang sudah mulai terjadi seiring dengan naiknya laut.
Dan di kota-kota seperti Miami, yang mesin ekonominya adalah pengembangan properti, dunia bisnis berfokus pada cara mempertahankan pertumbuhan itu.
!break!Behrens, yang melewatkan masa anak-anak di Aruba, pindah ke Miami sepuluh tahun lalu. Dia mulai bekerja di Dutch Docklands pada 2013, setelah menjadi jelas bahwa para pemimpin daerah di wilayah itu mulai menyadari besarnya bencana yang akan melanda mereka.
“Orang hanya melihat efek negatif banjir,” kata Behrens, tanpa nada ironi sedikit pun. “Kami perlu menunjukkan kepada semua orang, bahwa ada cara untuk meraih untung dari situasi ini. Bagi pemerintah, ada uang pajak. Bagi pengembang, investasi mereka aman selama 50 tahun ke depan. Perubahan iklim ini melibatkan banyak uang. Ini akan menjadi industri baru sama sekali.”
Florida adalah tempat yang tepat untuk melihat biaya—dan potensi laba—perubahan iklim yang tampak semakin jelas. Daerah pesisir yang terancam bahaya memang banyak, tetapi Florida adalah salah satu yang paling rawan. Sementara para pemimpin pemerintah di seluruh dunia, di Washington, dan bahkan di gedung parlemen Florida di Tallahassee masih bimbang tentang perubahan iklim. Masa depan Florida akan ditentukan oleh perdebatan publik yang riuh dan sengit tentang pajak, penzonaan, proyek pekerjaan umum, dan hak properti—perdebatan yang didorong oleh kenaikan laut.
!break!
Selain kenaikan laut, Florida akan digempur oleh cuaca ekstrem selama beberapa puluh tahun mendatang—kekeringan kemarau dan banjir musim hujan, demikian ramalan National Climate Assessment dari pemerintah AS. Panas dan kekeringan mengancam industri pertanian yang memasok sayur musim dingin bagi Pesisir Timur, dan ini dapat mengancam tiga makanan utama pertanian Florida—tomat, tebu, dan jeruk. Musim hujan akan lebih berbadai, dengan topan lebih ganas dan lonjakan badai lebih tinggi.
Gangguan terbesar akan terjadi di sepanjang garis pesisir 2170 kilometer di negara bagian tersebut. Tiga per empat dari 18 juta jiwa penduduk Florida tinggal di wilayah pesisir, yang menghasilkan empat per lima ekonominya. Pengembangan pesisir, termasuk gedung, jalan, dan jembatan, bernilai 24,8 kuadriliun rupiah pada 2010. Sekarang saja hampir setengah dari 1330 kilometer pantai pasir di negara bagian itu sudah mulai terkikis.
Empat wilayah selatan—Monroe, Miami-Dade, Broward, dan Palm Beach—ditempati sekitar sepertiga penduduk Florida, dan sekitar 2,4 juta orang tinggal tak sampai 1,2 meter di atas garis pasang tinggi. Jalan di Fort Lauderdale, Hollywood, dan Miami Beach sering banjir pada pasang tinggi yang sesekali terjadi, yang jauh lebih tinggi daripada pasang naik biasa.
Laut dapat naik 60 sentimeter sebelum 2060, menurut National Climate Assessment, ketika airnya menghangat dan memuai dan saat lembar es kutub dan Greenland meleleh. Sebelum 2100, laut dapat naik hingga dua meter. Itu akan menenggelamkan sebagian besar Miami-Dade. Untuk setiap kenaikan laut 30 sentimeter, garis pantai akan bergeser masuk 150-610 meter.
Kenaikan 60 sentimeter akan cukup untuk mengurung pabrik pengolahan air kotor Miami-Dade County di Virginia Key dan PLTU di Turkey Point di Biscayne Bay.
“Pada kenaikan laut dua kaki [60 cm], keduanya akan berada di tengah laut,” kata Hal Wanless, kepala jurusan geologi University of Miami. “Sebagian besar pulau penghalang tidak akan bisa dihuni lagi. Bandara akan menghadapi masalah pada empat kaki [120 cm]. Kita tak akan bisa menjaga air tawar di atas ketinggian laut, jadi akan terjadi penyusupan air laut ke persediaan air minum kita. Semua orang ingin akhir cerita bahagia. Tetapi, kenyataannya tidak begitu. Kita menyebabkan laut memanas, dan laut akan membalasnya.”
Karena garis pesisirnya panjang dan rendah, Florida memang lebih rawan, tetapi tidak ada wilayah yang kebal. Pada 2012, banjir, kebakaran hutan, kekeringan, dan badai di seluruh AS menyebabkan kerusakan senilai lebih dari 1,3 kuadriliun rupiah, tahun yang mengalami kerugian terbesar kedua dalam sejarah AS. Seolah mencontohkan cuaca buruk yang kelak merundung seluruh dunia, Taifun Haiyan menerjang di Asia Tenggara pada 2013 dan melanda Filipina, menewaskan 6.200 jiwa. Pada tahun itu juga di hampir setiap benua terjadi kekeringan yang merusak tanaman, terutama di Afrika dan Asia Selatan. Dataran Tinggi Brasil, di tengah wilayah monsun Amerika Selatan, mengalami kekeringan terburuk sejak 1979, sehingga terpaksa melakukan penjatahan air. Pelelehan gletser yang cepat di Pegunungan Andes dan Himalaya akan memperparah kekurangan air di Peru, India, dan Nepal.
Pada beberapa dasawarsa mendatang, menurut perkiraan World Bank, akan terjadi ketidakstabilan politik, kekurangan pangan, dan kelaparan, yang akan menyebabkan pengungsian jutaan orang. Pesisir yang berpenduduk padat di Asia Selatan dan Asia Tenggara, khususnya di Bangladesh dan Vietnam, dapat terendam air. Lebih buruk lagi, kenaikan laut dapat melanda delta-delta sungai utama, meracuninya dengan air laut dan merusak sebagian lahan tani tersubur di dunia. Delta Sungai Mekong di Vietnam, yang dihuni 17 juta jiwa dan ditanami setengah persediaan beras negara itu, sudah bertempur dengan penyusupan air laut.
!break!Di Florida selatan para pemimpin daerah sudah mulai memetakan sendiri masa depan mereka. Hampir tak ada bantuan datang dari parlemen negara bagian, yang dikendalikan oleh orang partai Republikan, yang sebagian besar masih skeptis tentang ilmu iklim. Rick Scott, gubernur Republikan, biasanya menghindari topik itu, berulang kali menyatakan, “Saya bukan ilmuwan.” Musim panas lalu, setelah lima ilmuwan iklim terkemuka Florida, termasuk Wanless, melaporkan perkembangan terbaru kepada Scott, dia mengucapkan terima kasih, tanpa tambahan perkataan lain.
Keempat wilayah telah menyusun daftar umum tindakan yang akan “merekayasa ulang” wilayah itu, langkah demi langkah, hingga 2060. Pembuatan cetak biru yang terperinci akan memakan waktu bertahun-tahun. Tetapi, pendekatannya tidak ada yang baru.
“Kami akan melanjutkan hal-hal yang sudah kami lakukan,” kata Joe Fleming, pengacara Miami dalam bidang penggunaan-lahan. “Kami akan mengeruk dan menopang semuanya.”
Harvey Ruvin, mantan komisioner wilayah yang mengepalai satuan tugas kenaikan permukaan air laut untuk Miami-Dade County, menjabarkan pemikiran sejauh ini: “Intinya adalah menyusun rencana anggaran komprehensif yang mencakup segala macam hal—pabrik desalinasi, penaikan jalan, lokasi penaikan tanah, lokasi pembuatan kanal. Dalam rencana itu, kami terpaksa menaikkan sebagian tanah dengan mengorbankan tanah lain.”
Ruvin menyadari tantangan yang dihadapinya. Kecenderungan menunda-nunda. Sengketa tentang hak properti. Pertempuran panjang untuk mengubah aturan zona dan pembangunan agar melarang pembangunan di daerah-daerah yang tidak dapat dilindungi. Dan dia tidak ingin membicarakan biaya semua perombakan itu. “Saya bahkan tidak bisa menyebutkan angka yang realistis. Mungkin $50 miliar?” Ruvin menebak, meskipun dia tahu itu terlalu kecil. Dia berfokus pada memikirkan cara membiayai proyek jangka panjang di suatu tempat yang lebih suka meraih keuntungan jangka pendek. “Bagaimana cara menjelaskan kepada rakyat agar mereka mendukung penerbitan obligasi pemerintah, sementara menaikkan sedikit pajak properti untuk membiayai perpustakaan saja, para komisioner wilayah sudah takut?”
!break!Tahun lalu Ruvin mengundang dua eksekutif dari Swiss Re, raksasa reasuransi global, untuk memberi penjelasan kepada satuan tugasnya tentang masa depan Florida yang berada di ujung tanduk. Kedua pengolah angka yang bermental baja itu membuat model prediktif yang menunjukkan bahwa wilayah itu dapat mengalami kerugian 410 triliun rupiah per tahun sebelum 2030 akibat peristiwa terkait badai, naik dari 211 triliun rupiah pada 2008. Menurut mereka juga, kerugian itu dapat dikurangi sebesar 40 persen jika wilayah itu segera bertindak untuk melindungi properti yang rawan.
“Masalah seperti ini tidak bisa ditunda saja selama 10, 20, atau 30 tahun,” kata Mark Way, spesialis keberlanjutan untuk Swiss Re.
Faktor lain, kata Way, adalah bahwa program asuransi pemerintah bersubsidi di Florida telah mendistorsi pasar, menyebabkan premi terlalu rendah yang tidak mencerminkan risiko sesungguhnya. “Ini pada dasarnya secara langsung atau tidak langsung mendorong pengembangan di tempat-tempat yang sebenarnya terlalu berisiko.”
Sekarang pun para pemimpin daerah sedang memperkuat tembok laut dan memasang pompa. Setelah itu, masih ada proyek yang lebih berat: memindahkan utilitas dari pesisir dan melindungi properti bernilai tinggi—universitas, rumah sakit, bandara, dan area wisata yang mendorong perekonomian Florida. Kata kuncinya adalah “melindungi,” “memelihara,” dan “mundur,” ,” cara insinyur sipil untuk menghadapi kehilangan. Tetapi, mereka optimistis. “Tidak ada gunanya kebakaran jenggot untuk sesuatu yang baru akan terjadi 70 tahun lagi,” kata Kristin Jacobs, mantan komisioner Broward County dan anggota satuan tugas perubahan iklim Presiden Barack Obama yang terpilih menjadi anggota parlemen Florida musim gugur lalu.
Dia percaya pada teknologi. “Kalau melihat permukiman di seluruh bumi sejak awal waktu, kita berevolusi sesuai kebutuhan,” katanya. “Negara-negara lain, seperti Belanda, sudah berhasil menemukan cara untuk menjadi negara yang tangguh. Saat ini kami sedang berusaha menjadi tangguh.”
!break!Orang Belanda sedang menjaring bisnis di kota-kota pesisir dari Jakarta hingga San Francisco. Mereka membuka kantor di Florida Selatan beberapa tahun lalu ketika Behrens mendirikan kamar dagang Belanda di Miami.
Di Belanda, dua per tiga penduduknya tinggal pada atau di bawah tingkat permukaan laut. Sekitar 450 perusahaan berkecimpung di bidang air telah membentuk sekitar empat persen perekonomian negara itu.
Piet Dircke, yang perusahaannya, Arcadis, membantu New Orleans mendesain tanggul baru setelah Badai Katrina, datang keempat kalinya dari Belanda ke Miami pada musim panas lalu untuk menghadiri lokakarya. Dircke dan perwakilan empat perusahaan Belanda lain menggambar sketsa indah yang memperlihatkan desain adaptif untuk daerah rawan.
Perlu teknologi untuk mengatasi tantangan dari geologi unik Florida: batuan dasar gamping, yang merupakan berkah sekaligus kutukan. Saat ditambang, batu gamping merupakan bahan isi untuk membangun jalan dan membentuk tanah tinggi. Bentuk alaminya spons berpori-pori. Dapat dimasuki air. Tidak dapat disumbat. Tembok laut dapat dinaikkan. Tetapi, tembok laut setinggi apa pun tidak dapat menghentikan air yang menggelembung dari bawah.
Orang Belanda pun pasti kesulitan melindungi Miami Beach, tujuan wisata populer yang berupa pulau penghalang sempit sepanjang 11 kilometer.
“Selamat datang di tempat paling rawan di wilayah paling rawan,” kata Bruce Mowry, insinyur kota, ketika saya menemuinya di simpang 20th Street dan Purdy Avenue, salah satu titik terendah di Miami Beach. Dia sedang menikmati kesuksesan: 1,2 triliun rupiah dan 20 pompa baru berhasil menjaga kota tetap kering selama pasang tinggi bulan Oktober.
Pompa baru itu bagian dari perombakan 3,7 triliun rupiah untuk sistem drainase hujan yang antik di kota itu. Dengan 80 pompa baru, Mowry berharap dapat mengulur waktu dua-tiga puluh tahun lagi untuk Miami Beach. Saat itu, menurut Union of Concerned Scientists, kota itu dapat menghadapi 237 banjir per tahun.
“Miami Beach tak akan pernah lenyap,” katanya. “Tetapi harus bertahan dalam bentuk lain. Mungkin akan ada area perumahan apung. Mungkin akan ada jalan yang ditinggikan di atas tiang. Jalur transportasi mungkin diubah menjadi jalur air. Saya sering ditanya, ‘Bruce, apakah ini bisa dilakukan?’ Saya jawab, ‘Bisa, tetapi apakah uangnya ada?’”
!break!Jika Miami memiliki masa depan sebagai salah satu kota air dunia, penampilannya mungkin akan lebih mirip rantai pulau Florida Keys daripada Stockholm. Saya menyusuri jalan Jalan Raya Atas Laut ke Key West, melewati rumah-rumah panggung, toko peralatan kelautan, dan pepohonan pinus yang sekarat akibat keracunan air laut. Lapangan golf di Florida Keys kini ditanami rumput toleran garam.
Kepulauan ini adalah sisa terumbu karang kuno yang tersingkap. Sebagian besar tidak sampai 1,5 meter di atas permukaan laut. Terumbu dapat melindungi wilayah pesisir dari lonjakan badai. Kalau sehat, terumbu dapat mengimbangi kenaikan air laut, tumbuh semakin tinggi dengan naiknya laut. Namun, sebagian besar terumbu di lepas pantai Florida mati pada akhir 1970-an akibat penyakit.
“Kalau sekarang kita menyelam di terumbu, hanya ada karang mati,” kata Chris Langdon, ahli oseanografi University of Miami. Laut yang lebih hangat dan asam mencegah pulihnya terumbu. Langdon berupaya mengidentifikasi karang yang dapat menoleransi kondisi ini.
“Salah satu cara melihat nilai ekonomis karang adalah membayangkan jika pekerjaan ini diserahkan kepada tentara dan mereka harus membangun tembok laut sepanjang 150 mil [241 km], dan harus meninggikannya sedikit setiap tahun,” katanya. “Terumbu melakukan itu secara gratis.”
Jalan raya ini, yang juga dinamai U.S. 1, menghubungkan rantai pulau tersebut dengan 42 jembatan. Penduduk di Florida Keys terbatas pada jumlah orang yang dapat dievakuasi dengan kendaraan dalam waktu 24 jam, mendahului badai yang mendekat.
Chris Bergh dari Nature Conservancy menemui saya di Big Pine Key. Dia datang ke Florida Keys dari Pennsylvania semasa kecil, duduk di kursi belakang bus Volkswagen 1973 milik orang tuanya, dan tidak berniat pindah dari sini. “Aku punya anak enam tahun,” katanya. “Saya kira saya akan menghabiskan hidup di sini, tetapi dia tidak akan bisa. Suatu saat kelak seorang ekonom akan berkata, ‘Begini, merombak U.S. 1 akan memakan biaya 12 triliun rupiah dan itu hanya akan mengulur waktu 20 tahun lagi.’ Pertanyaannya adalah, Berapa biayanya untuk mengulur waktu agar kita dapat terus tinggal di sini?”
Ujung rantai pulau ini adalah Key West, yang lebih dekat ke Havana daripada ke Miami. Di Balai Kota kami bertemu dengan Don Craig, perencana yang sudah lebih dari dua dasawarsa bekerja di pemerintah kota. Kota ini telah membelanjakan miliaran rupiah pada tahun-tahun terakhir untuk menambah pompa, membangun kantor pemadam kebakaran di tanah lebih tinggi, dan membangun kembali bagian tembok laut yang hampir mengelilingi pulau itu. Tetapi, pilihannya terbatas.
Menaikkan ketinggian pada skala besar tidak mungkin dilakukan. “Tidak ada sumber bahan isi di dekat sini,” katanya. “Kami terletak 118 mil [190 km] dari tambang batu besar.”
Saat Craig memberi tahu orang bahwa jalur hidup Florida Keys, jalan raya itu, kelak akan tenggelam, ini menimbulkan empat reaksi. “Ada yang takut,” katanya. “Ada yang berkata, Saya sudah mati saat itu terjadi, jadi saya tak peduli. Ada yang berkata, Masih ada perdebatan apakah ini akan terjadi atau tidak, jadi buat apa Anda mengatakan ini kepada kami? Reaksi terakhir adalah diam seribu bahasa.”
Jawaban Craig sendiri: pindah.
!break!Rasanya ganjil melihat kecepatan pembangunan di wilayah yang mungkin akan tenggelam sebelum 2100. Pada penerbangan pagi-pagi yang melintasi Broward County barat laut, saya melihat kapal keruk mengeruk bahan isi untuk membentuk tanjung seperti jemari di danau buatan di lahan perumahan yang sedang dibangun di wilayah Everglades.
Dalam perjalanan perahu menghulu di Sungai Miami di pusat kota Miami, saya melewati kaveling tanah 0,5 hektare tepat di tepi sungai yang terjual seharga 1,5 triliun rupiah musim semi lalu—harga rekor di sini.
Di dekatnya, Brickell City Centre senilai 12 triliun rupiah, yang sedang dibangun di lahan 3,6 hektare, begitu besar sehingga ada pabrik semen di lokasi itu. Di seberang kota, sudah ada rencana pembangunan pusat konvensi senilai 7,4 triliun rupiah dengan hotel 1.800 kamar.
Tantangan ekonomi terbesar di Florida Selatan akibat perubahan iklim mungkin adalah tantangan yang enggan dibahas pemimpin bisnis—bahwa kecemasan tentang krisis berkecepatan rendah ini dapat menghentikan laju pembangunan.
“Seolah-olah orang berpikir, ‘Ssst. Jangan dibicarakan,’ jadi masalahnya tidak nyata,” kata Richard Grasso, profesor bidang hukum lingkungan di Nova Southeastern University di Fort Lauderdale.
Tetapi, di balik layar, diam-diam, percakapan terjadi. Musim gugur lalu para eksekutif dari berbagai bank besar, perusahaan asuransi, dan perusahaan pengembangan di wilayah itu mengadakan pertemuan diskusi khusus. Seorang eksekutif asuransi memberi tahu hadirin diskusi itu bahwa para pemilik rumah di sebagian area rawan sudah membayar premi yang lebih tinggi daripada pembayaran kredit rumah mereka.
“Dicemaskan bahwa premi asuransi yang terus naik tidak lagi terjangkau dan mungkin nanti tidak ada lagi pilihan selain meninggalkan Miami atau tidak punya asuransi, padahal ini mustahil bagi orang yang masih mengkredit rumah,” kata Kerri Barsh, pengacara Miami di bidang penggunaan lahan yang mewakili Dutch Docklands. “Jika biaya asuransi terus membubung, ini dapat menimbulkan efek domino negatif pada perekonomian Florida Selatan dan di luar itu.”
Salah satu cara mempertahankan gairah pembangunan adalah jika para pemimpin daerah tidak melihat terlalu jauh ke depan. Itulah sebabnya keempat wilayah selatan berfokus pada 2060, bukan 2100. Ini ada benarnya juga. Rata-rata masa pakai kebanyakan gedung adalah 50 tahun, dan Miami, yang baru berusia 119 tahun, terus-menerus membangun ulang dirinya.
!break!“Mereka sengaja tidak ingin merasa takut,” kata Wanless. “Jadi, uang akan dibuang-buang ke laut sampai akhirnya kita menyadari sudah waktunya pindah.”
Phil Stoddard, dalam masa bakti ketiga sebagai wali kota South Miami, adalah salah seorang dari sedikit politikus yang mau berbicara tentang kapan kira-kira waktu itu tiba. Dia menemui saya di rumahnya, bungalo stuko satu tingkat dengan lantai batu (persiapan dasar menghadapi banjir), panel surya di atap, dan kolam besar yang meliputi sebagian besar halaman belakang.
“Saya menyarankan untuk membeli properti di tempat tinggi, menjual properti di tempat rendah,” katanya dengan nada kering, berhenti sebentar sementara lelucon itu dicerna.
Stoddard, yang juga profesor biologi di Florida International University di Miami, menyusun skenario sendiri, mencorat-coret selagi menghadiri rapat panjang tentang perubahan iklim. Dia menggambar grafik dengan tiga garis yang menunjukkan populasi, nilai properti, dan kenaikan laut yang semuanya naik. Tiba-tiba, pertumbuhan populasi dan nilai properti menukik.
“Akan ada peristiwa yang menggagalkan semua rencana ini,” katanya. “Badai, banjir, kenaikan laut satu kaki lagi, lenyapnya air tawar. Orang akan berhenti datang ke sini dan kabur.”
Dia berpendapat bahwa penjualan properti besar-besaran tidak terhindarkan. Sebelum itu terjadi, dia ingin konstituennya menyadari hal itu. “Orang sering bertanya, ‘Umur saya X tahun. Nilai neto rumah saya X. Apa yang sebaiknya saya lakukan?’ Saya menjawab, ‘Jika Anda memerlukan nilai rumah itu untuk pensiun atau membiayai hidup, sebaiknya Anda menjualnya dalam waktu dekat. Tidak perlu tahun ini. Tetapi, jangan menunggu 20 tahun.’”
Belum lama ini Stoddard menghadiri rapat ketika Wanless menyajikan analisisnya yang menunjukkan bahwa percepatan pelelehan lembar es akan mempercepat pula kenaikan laut—lebih cepat dan lebih tinggi daripada proyeksi pemerintah federal.
Malam itu, ketika Stoddard dan putri remajanya berjalan-jalan di Miami Beach yang diterangi bulan, dia bercerita tentang hal yang didengarnya.
“Dia terdiam, lalu berkata, ‘Setelah dewasa, aku tidak akan tinggal di sini, ya?’ Dan saya jawab, ‘Tidak.’ Anak-anak paham. Apa orang tua mereka perlu kita beri tahu?”
---
Laura Parker adalah penulis staf untuk majalah ini. George Steinmetz adalah kontributor lama yang berspesialisasi dalam fotografi udara.
Selidik Ilmiah: Kejadian Langka, Kenapa Ikan Anglerfish Naik ke Permukaan Laut?
Penulis | : | |
Editor | : | Administrator |
KOMENTAR