Sikap itu membuatnya tidak populer, baik di dalam maupun di luar Park Service. Namun, semakin sering dia menulis tentang subjek penelitiannya di majalah dan jurnal, semakin populer pula serigala Amerika itu, dan serigala menjadi salah satu daya pikat khas Denali.
Dalam perjalanan ke pondok, sopir bus bertanya kepada para penumpang, “Di tempat asal Anda, siapa yang merasa seakan-akan setiap jam itu jam sibuk?” Saya tak mengacungkan tangan, enggan mengakui hampir sepanjang masa dewasa saya selalu diburu waktu.
Sore itu saya bangun dari tidur siang. Secara refleks, saya bergerak memeriksa ponsel. Di sini tidak mungkin ada SMS atau telepon. Saya tak lagi diatur oleh jam. Saya melewatkan tiga hari di sekitar pondok—mendaki gunung, membaca karya Murie, dan beradaptasi, seperti kata Emerson, dengan “kecepatan alam”. Saat berjalan kaki kembali ke jalan raya, saya enggan bergabung kembali dengan keramaian halte bus atau mengejar ketertinggalan berita dunia.
Kabar dari taman pun tak menggembirakan. Saya mampir ke kantor ahli biologi taman, Steve Arthur, untuk menanyakan hasil awal penelitian terbaru tentang angka populasi serigala (masih rendah) dan temuan nekropsi bangkai serigala berlumuran darah yang saya lihat saat berkunjung pada musim dingin. Tim Arthur menggali serigala beku itu—jantan kawanan East Fork—dari dalam salju dan menemukan jerat di leher. Hewan itu berhasil memutuskan tali jerat, lalu berjalan hingga masuk ke taman sebelum mati kehabisan darah.
Pada bulan Mei, Arthur ditelepon seorang pemburu yang secara legal menembak seekor serigala berkalung di dekat pos umpan beruang di Jalur Stampede, di luar taman. Pada 2012 dewan perburuan negara bagian itu memperluas praktik umpan-beruang yang kontroversial (yang dilarang di kebanyakan negara bagian yang mengizinkan berburu beruang) mencakup juga beruang cokelat. Musim umpan pada musim semi ini bersamaan dengan musim kawin serigala, sehingga serigala betina yang bunting atau menyusui lebih mungkin terbunuh.
Saat Arthur tiba, dia menemukan bangkai serigala lain, seekor betina bunting tak berkalung. Kedua serigala itu anggota kawanan East Fork yang sudah terpepet, dan data GPS dari kalung serigala lain jelas menunjukkan bahwa anggota kawanan itu masih berada di sekitar situ, terpikat oleh umpan beruang. Arthur menyampaikan kekhawatirannya kepada pengurus margasatwa negara bagian dan menyarankan agar musim berburu serigala diakhiri lebih cepat. Pihak tersebut setuju untuk mengakhiri musim itu dua minggu lebih awal, khusus kali ini saja.
Setelah lima minggu di Denali, masih ada waktu bertualang ke alam liar sekali lagi. Dari kursi belakang bus, saya melihat rute menjanjikan, ke tanjakan, lalu turun ke Sungai Toklat.
Saya berlari kecil memasuki alam yang belum ada jalan setapak, tanpa peta, setengah berharap akan tersesat di tengah pegunungan dan telaga. Tiba di sungai, di seberangnya terlihat lembah menggantung yang dekat di mata jauh di kaki. Perjalanan yang mulanya diperkirakan setengah hari molor hingga lewat delapan jam, tetapi saya tak berkeberatan—cahaya siang masih panjang. Saat berjalan kembali ke jalan raya, saya tersadar bahwa perjalanan saya selama ini terlalu senyap, bukan perbuatan yang cerdas di negeri beruang. Sampailah saya ke puncak tanjakan dan terlihat seekor beruang cokelat jantan besar di kolam, sekitar 200 meter di bawah. Saat suara saya sampai ke telinganya, hewan itu berdiri, melihat sekeliling dengan gaya jenaka. Badannya besar, tetapi dia bukan pembuat onar. Dia berenang ke tepi, keluar dari air, berhenti dan mengebaskan tubuh hingga kering, lalu melenggang perlahan ke atas gunung dan menghilang dari pandangan.
Saya menyetop bus untuk terakhir kalinya. Sebelum saya naik, seorang pejalan turun, memanggul ransel untuk keperluan empat hari dan memegang peta yang dilaminasi. Saya menanyakan tujuannya. Dia mengibaskan peta ke arah gunung, lembah, sungai, dan langit, sudut matanya berkerut karena senyuman. “Salah satu tempat itu,” katanya.
Penulis | : | |
Editor | : | Administrator |
KOMENTAR