Alam semesta tercipta selama ledakan besar atau Big Bang pada 13,8 miliar tahun yang lalu dan terus mengembang. Karena alam semesta berusia 13,8 miliar tahun dan alam semesta teramati membentang sejauh cahaya dapat menempuh jarak sejak alam semesta lahir, Anda mungkin berasumsi bahwa alam semesta yang teramati hanya membentang sejauh 13,8 miliar tahun cahaya ke segala arah. Jika Anda berasumsi demikian, itu kurang tepat.
Ketika kita mengamati galaksi atau bintang yang jauh, apa yang sebenarnya kita lihat adalah di mana ia pertama kali memancarkan cahaya. Tetapi pada saat cahaya itu mencapai kita, galaksi atau bintang jauh itu sebenarnya lebih jauh daripada ketika kita melihatnya.
Dengan menggunakan radiasi latar gelombang mikro kosmik, kita dapat mengetahui seberapa cepat alam semesta mengembang. Laju pengembangannya itu konstan, yang saat ini merupakan tebakan terbaik para ilmuwan walaupun beberapa ilmuwan berpikir laju pengembangan itu mungkin melambat. Penjelasan dari laju pengembangan yang konstan itu berarti bahwa alam semesta yang dapat diamati sebenarnya membentang 46 miliar tahun cahaya ke segala arah, demikian lansir Space.com.
Meski kita sudah tahu seberapa besar alam semesta yang dapat diamati ini, hal itu tidak serta-merta memberi tahu kita total semua atom di dalamnya. Kita juga perlu tahu berapa banyak materi, atau benda, yang ada di dalam alam semesta.
Baca Juga: Astronom Berhasil Menemukan Jejak Oksigen Tertua di Alam Semesta
Namun begitu, materi bukanlah satu-satunya di alam semesta. Faktanya, materi hanya membuat sekitar 5% dari alam semesta, menurut NASA. Sisanya terdiri dari energi gelap dan materi gelap. Namun karena mereka tidak terdiri atas atom-atom, kita tidak perlu mengindahakan mereka untuk memecahkan misteri ini.
Menurut persamaan E=mc^2 Einstein yang terkenal, energi dan massa, atau materi, dapat dipertukarkan, sehingga materi dapat diciptakan dari atau diubah menjadi energi. Namun pada skala kosmik alam semesta, kita dapat berasumsi bahwa jumlah materi yang diciptakan dan yang tidak diciptakan saling meniadakan.
Ini berarti ada jumlah atom yang sama di alam semesta yang dapat diamati seperti yang selalu ada, menurut Scientific American. Ini penting karena gambaran kita tentang alam semesta yang dapat diamati bukanlah potret tunggal dalam waktu.
Dengan asumsi bahwa perluasan alam semesta adalah konstan, ini berarti bahwa, dalam skala besar, materi terdistribusi secara merata di seluruh kosmos —sebuah konsep yang dikenal sebagai prinsip kosmologis. Dengan kata lain, tidak ada wilayah alam semesta yang memiliki materi lebih banyak daripada yang lain.
Baca Juga: Teori Stephen Hawking soal Lubang Hitam Akhirnya Terbukti Benar
Source | : | Live Science,Scientific American,Science ABC,Space.com,The Guardian |
Penulis | : | Utomo Priyambodo |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR