Peneliti dari Stanford mengembangkan baterai isi ulang yang menggunakan air tawar dan air laut untuk menghasilkan listrik.
Baterai memanfaatkan perbedaan kadar garam yang ada pada air tawar dan air laut untuk menciptakan arus listrik. Baterai terbuat dari dua elektroda, positif dan negatif, terendam dalam cairan berisi ion bermuatan listrik. Di air, ion tersebut adalah sodium dan klorin, komponen yang biasa didapati dalam garam dapur.
Daya baterai diisi ketika air tawar berada di dalam baterai. Arus listrik kecil dialirkan agar daya terisi. Setelah pengisian selesai, air tawar diganti dengan air laut yang memiliki kandungan ion 60 hingga 100 kali lipat. Kandungan ion itu meningkatkan tegangan listrik antara kedua elektroda. Hal itu membuat listrik yang dihasilkan lebih banyak dari biasanya.
"Tegangan listrik tergantung pada jumlah sodium dan ion," kata Yi Cui yang memimpin studi. Ia menambahkan, "Ketika daya diisi dengan tegangan rendah di air tawar, Anda menghemat energi. Ketika Anda menggunakannya dengan air laut, Anda memperoleh energi yang lebih banyak."
Ketika daya pada baterai habis, air laut diganti lagi dengan air tawar untuk pengisian ulang.
Penggunaan air tawar dan air laut yang dilakukan Cui ini bukan pertama kali. Metode yang sama pernah dibuat. Bedanya, metode tersebut menggunakan membran untuk menyalurkan ion. "Membran itu rapuh. Itu kelemahannya. Lagipula, metoda itu hanya mampu dipakai dengan 1 tipe ion, sementara baterai menggunakan sodium dan klorin," Cui menjelaskan.
Cui juga menemukan satu kelemahan pada sistem buatannya. Baterai buatannya menggunakan perak, yang harganya tinggi, sebagai elektroda negatif. Bagi Cui, tantangan bagi timnya adalah menemukan pengganti perak.
Dengan temuan ini, Cui dan timnya melihat potensi muara sebagai lokasi pembangunan pembangkit listrik. Disebutkan oleh Cui, pembangkit listrik tidak akan berpengaruh pada siklus lingkungan. Air sungai hanya akan disalurkan ke laut lewat pembangkit listrik. "Kami hanya pinjam dan akan kami kembalikan," kata Cui.
Air yang digunakan tidak harus air bersih. "Air limbah pun dapat digunakan," kata Cui.
Menurut perhitungan peneliti, pembangkit listrik dengan 50 kubik air atawar per detik dapat menghasilkan 100 megawatt. Jumlah yang cukup untuk menyediakan listrik 100.000 rumah. (Sumber: Stanford University)
KOMENTAR