Penelitian terbaru yang dipublikasikan di Frontiers in Ecology and the Environment mengungkapkan bahwa polusi suara menyebabkan kerusakan pada cumi-cumi.
Pada penelitian yang dipimpin oleh Michel André dari Technical University of Catalonia, Barcelona, cumi-cumi mengalami kerusakan sel dalam statocyst, organ kecil yang berfungsi sebagai penyeimbang milik invertebrata air sesaat setelah terkena suara berfrekuensi rendah antara 50 hingga 400 Hz. Dengan waktu yang lebih lama, serat otot membesar dan pada beberapa kasus, muncul lubang besar. "Intensitas rendah pada studi saja menyebabkan kerusakan parah. Bagaimana jika terjadi terus-menerus akubat polusi suara," jelas André.
Kerusakan pada statocyst memengaruhi kemampuan berburu, menghindar dari predator, serta reproduksi. Selain itu, kerusakan ini juga diperkirakan membuat ribuan cumi terdampar dan mati di beberapa tempat.
Pada tahun 2004, ribuan cumi-cumi Humboldt ditemukan mati di pantai Oregon, empat tahun kemudian ratusan cumi-cumi mengalami nasib yang sama di lokasi yang sama. Awalnya, sebab dari kejadian ini diperkirakan karena perubahan arus laut dalam, namun penelitian terbaru mengatakan bahwa hal ini dikarenakan polusi suara. Di tempat lain, seekor cumi-cumi raksasa terdampar di Asturias, Spanyol.
Suara dalam air bisa mencapai jarak jauh dengan cepat. Banyak spesies bawah laut yang amat sensitif terhadap suara. Lumba-lumba dan paus merupakan dua contoh satwa lain yang rentan terhadap polusi suara akibat aktivitas manusia.
Penemuan ini menimbulkan banyak pertanyaan baru, apakah polusi suara berpengaruh terhadap seluruh kehidupan laut? Apa efek lain yang diakibatkan oleh kebisingan? Seberapa luas polusi suara sudah mempengaruhi kehidupan laut? (Arief Sujatmoko/Sumber: Discovery News)
Penulis | : | |
Editor | : | Kurnia Sari Aziza |
KOMENTAR