Kota Batavia semula hanya berbentuk kastel kemudian berkembang menjadi kota yang dibatasi tembok pertahanan. Namun tembok-tembok tersebut tidak dapat menahan perkembangan kota yang semakin meluas keluar tembok, karena semakin banyak pelaut maupun pedagang yang singgah di kota ini. Tidak hanya dari wilayah Nusantara, namun juga dari benua lain.
Kota ini dilengkapi dengan fasilitas rumah sakit, sekolah, gereja dan fasilitas-fasilitas lainnya, termasuk tempat ibadah seperti gereja, masjid dan kelenteng. Gereja tertua yang berdiri di Batavia, tercatat berada di dalam Kasteel Batavia, Oude Koepelkerk (1626). Namun pada tahun 1628 terpaksa dibongkar untuk dijadikan tempat meriam-meriam besar.Pada tahun 1736, ada gereja baru yang diberkati, yakni Gereja Kubah (Koepelkerk), lalu diganti de Nieuwe Hollandsche Kerk.
Pada masa itu, halaman gereja juga berfungsi sebagai makam orang-orang yang telah meninggal, sehingga di halaman luar gereja banyak terdapat makam. Kondisi kota Batavia yang semakin padat menyebabkan atmosfer yang tidak sehat bagi warga kota, sehingga terserang wabah penyakit malaria, diare dan penyakit epidemic lainnya, yang menewaskan banyak korban. Bentrokan dengan pihak lain juga menyebabkan semakin banyak warga kota yang meninggal. Akibatnya, halaman gereja tidak mampu lagi sebagai lahan pemakaman.
Baca Juga: Temuan Peti Harta Karun Kapal Rempah VOC yang Berlayar ke Batavia 1740
Pemerintah Kota Batavia memutuskan mencari lahan makam baru di luar kota. Seorang bernama W.V. Halventius, putra Gubernur Jenderal Jermias Van Rimsdijk (1775-1777), dimakamkan di Nieuwe Hollandsche Kerk. Namun, kelak nisannya dipindahkan ke Kerkhof Kebon Jahe Kober. Dia menghibahkan tanah mereka di Kebon Jahe, Tanah Abang seluas 5,5 hektar ke pemerintah Kota Batavia untuk dijadikan lahan pemakaman baru.
Lokasi ini jauh dari tembok kota Batavia, namun cukup strategis, dekat Sungai Krukut. Jalan kecil menuju kuburan baru ini disebut Kerkhoflaan. Warga menjuluki permakaman ini sebagai Kebon Jahe Kober (kober=kuburan bersama) atau Kuburan Kebon Jahe, yang resmi digunakan pada tanggal 28 September 1795.
Bila ada warga Batavia yang meninggal dunia, puluhan perahu dan sampan dimanfaatkan untuk membawa usungan jenazah dari pusat kota menuju Kerkhof Laan, menelusuri Kali Krukut yang kala itu masih bisa dilayari. Usungan berhenti di lokasi, kini di Jl. Abdul Muis, dan dari tepi kali inilah usungan perahu jenazah berhenti, dan diangkut dengan sebuah kereta jenazah yang sudah siap mengantar ke lokasi pemakaman yang jaraknya sekitar 500 meter.
Baca Juga: Selisik Makam Kapten Tack, Perwira VOC Abad Ke-17
Penulis | : | National Geographic Indonesia |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR