Bagaimana Penelitian Dilakukan?
Dari yang sampel yang telah dikumpulkan, para peneliti mengurutkan RNA di setiap sel, satu sel untuk setiap waktu. Untuk mengetahui semua pekerjaan yang diperlukan, setiap usap hidung pasien menghasilkan rata-rata 562 sel. Data RNA memungkinkan tim untuk menentukan dengan tepat sel mana yang ada, yang mengandung RNA yang berasal dari virus, yang menjadi indikasi infeksi, dan gen mana yang dihidupkan dan dimatikan oleh sel sebagai respons.
Sel-sel epitel yang melapisi hidung dan tenggorokan mengalami perubahan besar dengan adanya SARS-CoV-2. Terjadi peningkatan sel sekretori dan goblet penghasil mukus (lendir). Pada saat yang sama, hilangnya sel-sel bersilia yang matang, yang berfungsi menyaring kotoran yang masuk ke rongga hidung.
Baca Juga: WHO Desak Indonesia Terapkan 'Lockdown' yang Lebih Ketat dan Luas
Pada saat yang sama, terjadi peningkatan sel-sel bersilia yang belum matang yang mungkin mencoba mengkompensasi hilangnya sel bersilia yang matang. Tim menemukan RNA SARS-CoV-2 dalam beragam jenis sel, termasuk sel bersilia yang belum matang dan subtipe spesifik sel sekretori, sel goblet, dan sel skuamosa atau sel yang melapisi sinus.
Sel-sel yang terinfeksi, dibandingkan dengan sel-sel yang tidak terinfeksi, memiliki lebih banyak gen yang diaktifkan yang terlibat dalam respons produktif terhadap infeksi. Hal itu merupakan respon imun awal terhadap infeksi.
Sebagai langkah selanjutnya, para peneliti berencana untuk menyelidiki apa yang menyebabkan respons interferon yang diredam di nasofaring. yang menurut bukti juga dapat terjadi dengan varian baru SARS-CoV-2. "Pertanyaannya adalah, Bagaimana Anda membuat sel-sel ini lebih responsif?" kata Ordovas-Montanes.
Baca Juga: Setiap 12 Detik Seorang Anak Kehilangan Orang Tua Akibat COVID-19
Source | : | Boston Children's Hospital,Jurnal Cell |
Penulis | : | Ricky Jenihansen |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR