Perhatian warga Pandak Bantul tertuju pada ratusan prajurit berpakaian beskap yang melintas di Balai Desa
Wijirejo,Senin (25/7). Dengan khidmat mereka mengusung wadah berisi perlengkapan
untuk persembahan: nasi gurih, ketan kolak apem, ingkung dan berbagai bubur warna-warni. Para prajurit harus berjalan kaki sekitar 1,5 kilometer menuju
makam Sewu untuk melakukan ziarah ke kubur Panembahan Bodho, ulama penyebar Islam yang juga murid
Sunan Kalijaga.
"Nyadran Makam Sewu" adalah nama ritual tersebut. Ritual tahunan ini
adalah ritual tahunan warga Pandak dan Pajangan Bantul Yogyakarta untuk menyambut bulan Puasa. "Nyadran itu ziarah kubur ke makam keluarga yang biasa dilakukan
masyarakat menjelang puasa, " papar Ketua Panitia Hariyadi di
sela-sela acara, Senin (25/7).
Tradisi nyadran dilaksanakan setiap Senin setelah tanggal 20
penanggalan Jawa. Tanggal tersebut untuk memperingati tanggal wafat
Panembahan Bodho yang jatuh pada Senin tanggal 20 pada bulan Syaban.Tradisi nyadran di desa itu pun tampak berbeda dengan nyadran pada tahun
kemarin. Pada tahun ini tidak ada gunungan yang diperebutkan warga,
namun makanan diletakkan dalam wadah yang dibagikan satu
per satu kepada pengunjung. "Namanya sedekah tidak untuk rebutan. Maka kami menghindari rebutan
gunungan tersebut," kata Hariyadi.
Acara tersebut diikuti oleh 10 padukuhan yang berasal dari dua kecamatan
yaitu Pandak dan Pajangan. Rangkaian acara sudah berlangsung sejak
Minggu (24/7) dan pembagian sedekah merupakan puncak ritual ini.
Penulis | : | |
Editor | : | Bambang Priyo Jatmiko |
KOMENTAR