Perihal naskah, sang pangeran tidak menulis sendirian. Inisiasi penulisan itu muncul pada menjelang meninggalnya Panembahan Girilaya sebelum 1677, untuk menyusun kisah kerajaan-kerajaan Nusantara. Hingga akhirnya, penyusunannya dilakukan lewat 'panitia' yang diketuai Wangsakerta.
Panitia ini terdiri dari lima penasehat agama, Islam dari Arab, Siwa dari India, Wisnu dari Jawa Timur, Buddha dari Jawa Tengah, dan Konghucu dari Semarang. Ada pula para pelaksana di bawah mereka yang terdiri tujuh orang jaksa pepitu Cirebon, untuk mengadakan musyawarah rancangan.
"Rupanya, prakarsa untuk menyelenggarakan musayawarah itu memperoleh sambutan hangat dari berbagai daerah," tulis Ayatrohaedi. "Karena banyaknya, kemudian mereka dibagi-bagi ke dalam lima sangga (kelompok)."
Kelima sangga itu terdiri dari para ahli dari hampir seluruh daerah di Nusantara, sampai kawasan terpencil. Saking banyaknya, jika ingin melihat rinciannya dapat dilihat dalam buku Ayatrohaedi.
Panitia juga bekerja atas tanggung jawab berdasarkan tugas yang diberikan oleh tiga sultan Pulau Jawa, yakni Panembahan Girilaya Cirebon, Sultan Ageng Tirtayasa Banten, dan Sultan Amangkurat Mataram. Dukungan dari kerajaan luar juga diberikan, karena adanya kepentingan politik di dalamnya.
Baca Juga: Di Balik Kuasa Kesultanan Banten dalam Perniagaan Mancanegara
Bahkan para peserta, ada juga peninjau dari Mesir, Arab, India, Srilangka, Benggala, Campa, Tiongkok, dan Hujungmedini (semenanjung Malayu). Kelompok ini tidak punya hak suara, tapi berperan untuk mengabarkan surat perjanjian antar kerajaan Nusantara ini kepada VOC Belanda.
Para panitia ini berhasil memustakan 1.700 naskah, lengkap dengan semua jilidnya, seperti Pustaka Rajyarajya i Bhumi Nusantara dan salinan kitab-kitab hukum Majapahit. Yang paling banyak adalah Rangkaian carita, katha, dan itihasa dengan 286 jilid, dan Pustaka Agama Islam karya Pangeran Manis dengan 300 jilid.
"Menurut pengakuan Wangsakerta, tugas itu ternyata sangat berat dan banyak dukanya disebabkan oleh seringnya terjadi beda pendapat dan pertengkaran di antara para utuisan itu jika membicarakan daerah masing-masing," ungkap Ayatrohaedi.
Karena pertengkaran itu, terpaksalah Wangsakerta dalam penulisan mengambil cara yang baik untuk mendamaikan segala pihak. Maka, untuk penulisan Pustaka Rajyarajya i Bhumi Nusantara sebagai hasil penelitian lintas kerajaan, membutuhkan waktu pengumpulan bukti ke daerah-daerah.
Naskah Pustaka Rajyarajya i Bhumi Nusantara membutuhkan waktu penyusunan antara 1677 hingga 1685.
Source | : | perpusnas.go.id |
Penulis | : | Afkar Aristoteles Mukhaer |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR