Tanpa adanya penegakan hukum berarti, kasus pembantaian orangutan akan terus terjadi. Menurut hasil penulusuran Center for Orangutan Protection (COP), pembantaian yang terus menerus terjadi merupakan bukti kejahatan yang terorganisir.
Sampai sejauh ini belum ada pelaku dan pihak terkait pembantaian orangutan yang divonis. "Padahal sejumlah bukti kuat pembantaian orangutan telah didapatkan," kata Hardi Baktiantoro, juru kampanye COP dalam konferensi pers di Jakarta, Selasa (6/12).
Salah satu kasus yang belum ditindaklanjuti yakni laporan mengenai tengkorak di kawasan konsesi kelapa sawit Wilmar Group. Di lahan itu ditemukan 3 tengkorak orangutan di atas tanah dan satu ekor orangutan yang sudah mati di atas pohon. Keempatnya diduga dibunuh oleh mandor PT Sarana Titian Permata 2, perusahaan di bawah Wilmar Group.
Kasus pembantaian lain yang tak diusut dengan tuntas melibatkan Best Agro International Group. COP menemukan 3 bayi orangutan yang induknya telah dibunuh saat PT Tunas Agro Subur Kencana melakukan land clearing tahun 2010. Selain itu juga ditemukan tengkorak orangutan yang diduga dibunuh dengan ditembak di kebun warga yang berdekatan dengan perusaahan itu.
Februari 2010 dan 10 Juli 2010, COP mengevakuasi masing-masing seekor bayi orangutan dari pemburu yang disewa PT AUS dan PT KHAM untuk membunuh orangutan. Terakhir pada 3 November lalu, COP menemukan orangutan jantan dalam kondisi babak belur akibat luka pada wajah dan sekujur tubuhnya di kawasan PT KHAM.
Hingga saat ini setidaknya sudah ada 938 orangutan yang dievakuasi dari kawasan-kawasan perkebunan sawit Kalimantan Tengah. Di pusat rehabilitasi jumlah orangutan juga makin padat. Jumlah orangutan yang direhabilitasi saat ini tercatat sebanyak 1200 ekor, dari wilayah Kalimantan Tengah, Timur, dan Barat.
Penulis | : | |
Editor | : | Palupi Annisa Auliani |
KOMENTAR