Dari penelitian terbaru, nenek moyang manusia tampaknya merupakan santapan mudah bagi ular besar. Temuan ini menjadi bukti kuat akan ancaman yang dihadirkan ular pada manusia primitif dan primata lain. Temuan yang dipublikasikan di jurnal Proceedings of the National Academy of Sciences ini juga menjelaskan mengapa manusia merasa takut pada ular.
Pada studi, peneliti melakukan uji coba terhadap manusia dewasa dan anak-anak. Mereka diminta melihat gambar dan mencari objek-objek di dalamnya. Ternyata, orang dewasa dan anak-anak sangat cepat mendeteksi adanya ular dibanding mendeteksi objek lain. Ini mengindikasikan bahwa ketakutan pada ular merupakan rasa bawaan turun-temurun, bukan sesuatu yang dipelajari.
Peneliti juga mempelajari suku Agta Negritos, suku pribumi asli di Filipina yang secara turun-temurun terbiasa berinteraksi dengan ular python raksasa yang berhabitat di kawasan tempat tinggal mereka. Ternyata, dari survey, sebanyak 26 persen pria dan 3,8 persen wanita Agta pernah diserang phyton.
Antara tahun 1934 dan 1973 sendiri terjadi 6 serangan ular yang mematikan. Diyakini, sebelum suku Agta mengenal alat dari besi seperti pisau, tingkat kematian akibat serangan ular jauh lebih tinggi.
Penelitian menunjukkan mengapa rasa takut yang tertanam ini sangat penting dan membuktikan bahwa manusia dan juga primata lain punya hubungan panjang dan kadang mematikan dengan hewan melata tersebut. Menurut para peneliti, hal serupa juga bisa berlaku bagi fobia lain seperti ketakutan terhadap laba-laba, kalajengking, atau hewan lain.
“Saya bisa menyatakan bahwa secara logika, hipotesis bahwa manusia takut akan laba-laba dan kalajengking merupakan faktor genetik, sama seperti ketakutan kita terhadap ular. Dan ini berlaku universal,” kata Thomas Headland, peneliti dari organisasi nirlaba SIL International yang melakukan penelitian dengan Harry Greene, dari Cornell University, Amerika Serikat.
Ketakutan ini, kata Headland, berbeda dengan ketakutan saat perampok menodongkan pistol pada kita. “Kita belajar untuk takut pada kendaraan di jalan raya dari orang tua kita saat kita kecil. Tetapi takut akan ular dan laba-laba tampaknya bukan hal yang dipelajari, melainkan faktor genetik,” ucapnya.
Penulis | : | |
Editor | : | Deliusno |
KOMENTAR