"Sri Sultan HB IX itu adalah pribadi yang sederhana, demokratis, berkarisma, dan tanggap terhadap rakyatnya," kata Romo Tirun, salah satu pejabat di Keraton Yogyakarta saat mengenang kembali sosok HB IX, di Yogyakarta, beberapa hari lalu.
Sri Sultan Hamengkubuwono IX adalah salah satu pahlawan nasional berpengaruh Yogyakarta dan kemerdekaan Indonesia. Beliau putra dari Sri Sultan Hamengkubuwana VIII dan Raden Ajeng Kustilah. Lahir pada 12 April 1912 di Sompilan Ngasem, Yogyakarta dan dari kecil dikenal dengan Gusti Raden Mas Dorodjatun.
Romo Tirun menceritakan, sejak kecil HB IX harus keluar Keraton untuk menempuh pendidikan dengan Belanda. Kehidupan dengan Belanda membentuk pribadinya yang mandiri dan cerdas terhadap pengetahuan budaya barat. Hal yang menarik, lanjut Romo Tirun, adalah saat beliau dinobatkan menjadi Sultan Keraton Yogyakarta pada tanggal 8 Maret 1940 dengan gelar "Sampeyan Dalem Ingkang Sinuhun Kanjeng Sultan Hamengkubuwana Senapati-ing-Ngalaga Abdurrahman Sayidin Panatagama Khalifatullah ingkang Jumeneng Kaping Sanga".
"Dalam pidatonya, Sultan mengatakan bahwa ia akan mempertemukan jiwa Barat dan Timur agar dapat bekerja dalam suasana harmonis. Kata Sultan, meski ia telah mengenyam pendidikan barat, ia tetap orang Jawa," kata Romo Tirun.
Kesederhanaan Sultan HB IX pun sangat nampak ketika ia selalu mengunjungi rakyat-rakyatnya baik yang ada di pasar, desa, atau tempat lainnya. Bahkan ia selalu memberikan kebebasan kepada rakyatnya untuk mengutarakan pendapat di alun-alun.
Dalam perjuangan melawan penjajah, Sultan HB IX adalah sosok nasionalis. Ia selalu menyorakkan kemerdekaan RI seperti keikutsertaan dalam Serangan Umum 1 Maret 1949 membantu Bung Karno dan Bung Hatta. Tak hanya itu, saat masa penjajahan Jepang, Sultan melarang pengiriman romusha dengan mengadakan proyek lokal saluran irigasi Selokan Mataram.
"Sultan yang pernah menjadi wakil presiden NKRI, juga pernah menyumbangkan dana 6 juta gulden kepada Indonesia sebagai modal awal terbentuknya negeri ini," tambah Romo.
GBPH Joyokusumo, anak Sultan HB IX menambahkan, sosok ayahnya yang paling dikenang adalah komitmennya menjaga agar masing-masing budaya tidak saling mengalahkan. Khususnya budaya Timur jangan sampai kehilangan jati dirinya
Sementara itu, dalam bidang pendidikan pun, sejarawan UGM Djoko Suryo menceritakan, Sultan HB IX menjadi salah satu founding father Universitas Gadjah Mada Yogyakarta. Sultan HB IX juga ikut mendukung penggabungan pendidikan tinggi yang tersebar di berbagai wilayah di Klaten, Surakarta, maupun yang ada di Yogyakarta, menjadi satu perguruan tinggi yaitu UGM.
“Peran sultan HB IX terhadap pendirian UGM sangat besar baik secara historis, sosiologis, politik, kultural, idenasional-ideologis, faktual, material-fisikal dan spasial-lokasional,” urainya.
Secara nyata Sultan HB IX juga memberikan bantuan dalam penyediaan sarana dan prasarana. Beberapa di antaranya adalah menyediakan tempat perkuliahan di Sitihinggil dan Pagelaran Kraton serta gedung lainnya di sekitar kraton. Ia pun menyediakan tanah kraton (sultan ground) untuk pendirian kampus UGM yang baru di wilayah Bulaksumur dan sekitarnya.
Penulis | : | |
Editor | : | Bambang Priyo Jatmiko |
KOMENTAR