Ketergantungan terhadap bahan bakar fosil seperti minyak bumi dan batu bara rupanya menjadi masalah besar dan perlu solusi yang mendesak. Pemanfaatan bioetanol berbasis lignoselulosa dari sawit dapat menjadi alternatif penggunaan BBM.
Hal ini diutarakan Dr. Agus Haryono, peneliti dari Pusat Penelitian Kimia Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) di Kawasan Puspiptek Serpong, Tangerang Selatan, Banten, Selasa (1/5). Ia mengatakan, tahun 2025 pemenuhan kebutuhan energi Indonesia diharapkan 17 persennya berasal dari sumber-sumber energi baru terbarukan.
Untuk mengurangi ketergantungan pada bahan bakar fosil, pemerintah telah mengeluarkan Peraturan Presiden No. 5/2006 tentang Kebijakan Energi Nasional. Inilah peraturan pendorong pengembangan sumber energi alternatif sebagai pengganti bahan bakar minyak.
Etanol, menurut Haryono, sebagai bahan bakar mempunyai beberapa keunggulan dibandingkan bahan bakar minyak. "Di antaranya, kandungan oksigen yang tinggi--yakni 35 persen, sehingga bila dibakar sangat bersih. Selain itu sifatnya ramah lingkungan pula, karena emisi gas karbonmonoksida lebih rendah hingga tidak memberikan kontribusi pada akumulasi karbondioksida di atmosfer," tuturnya.
Angka oktan etanol yang tergolong tinggi (129) juga menghasilkan kestabilan proses pembakaran. Proses pembakaran dengan daya yang lebih sempurna akan mengurangi emisi gas karbonmonoksida. "Campuran bioetanol tiga persen saja mampu menurunkan emisi karbon monoksida menjadi 1,3 persen," tambah Haryono.
Ia melanjutkan, sumber lignoselulosa non pangan di Indonesia cukup tersedia melimpah. Di antaranya Tandan Kosong Kelapa Sawit (TKKS) dan pelepah kelapa sawit. "Potensi limbah sawit Indonesia begitu besar," ujarnya.
Luas perkebunan Indonesia yang mencapai 8,4 juta hektare dapat menghasilkan 21,3 juta ton minyak sawit dengan potensi TKKS 20 juta ton keadaan basah atau 10 juta ton kering. Dengan kandungan selulosa yang cukup tinggi sekitar 41-47 persen, maka dalam satu ton TKKS etanol yang dihasilkan bisa sebanyak 150 liter.
LIPI bekerja sama dengan KOICA dengan bantuan Korea Institute of Science and Technology (KIST) dan Changhae Energeering dalam melakukan penelitian dan pembangunan sebuah pilot plant yang dirintis sejak pertengahan 2011 lalu. Pilot plant tersebut dirancang mampu menghasilkan etanol dengan kemurnian 99,5 persen sebanyak sepuluh liter per hari.
Kebutuhan energi Indonesia saat ini sebagian besar bertumpu pada bahan bakar fosil. Kebutuhan energi nasional masih ditopang oleh minyak bumi sekitar 51,66 persen, di urutan berikut gas alam 28,57 persen, dan batu bara 15,34 persen.
Padahal persediaan bahan bakar tersebut kian waktu semakin berkurang. Cadangan minyak bumi diperkirakan akan habis sekitar 12 tahun lagi, gas tinggal 30 tahun, sementara batu bara bisa dimanfaatkan hingga 70 tahun ke depan.
Penulis | : | |
Editor | : | Palupi Annisa Auliani |
KOMENTAR