Waisak hendaknya dimaknai sebagai momentum untuk meningkatkan kesadaran umat terhadap ajaran Sang Buddha sehingga nantinya dapat ditemukan solusi atas masalah yang dihadapi.
“Dengan kesadaran untuk meneladan ajaran Sang Buddha, nantinya kita bisa mendapatkan ketenangan batin, keheningan, dan keutuhan hidup,” ujar Ketua Umum Perwalian Umat Buddha Indonesia (Walubi) Siti Hartati Murdaya dalam ritual Waisak 2556/2012 di Candi Borobudur, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah, Minggu malam, (6/5).
Koordinator Dewan Sangha Perwalian Walubi Biksu Tadisa Paramita Mahasthavira mengatakan, metta dan karuna atau cinta kasih dan welas asih menurut ajaran Sang Buddha harus disebarkan umat Buddha kepada semua orang dalam relasi antar sesam sehari–hari. Tanpa menyebarkan cinta kasih dan welas asih kehidupan akan menjadi lebih buruk.
“Guru yang tak menyebarkan cinta kasih dan welas kasih dalam mengajar niscaya muridnya akan menjadi anak-anak yang bodoh dan membangkang. Tanpa cinta kasih, hubungan antar tokoh agama juga akan dipenuhi prasangka dan saling menghujat,” katanya saat memberi renungan Waisak dalam upacara detik-detik Waisak 2556/2012 di Candi Mendut, Minggu (6/5)
Ia melanjutkan, dalam kehidupan berbangsa dan bernegara masa kini, masyarakat sudah diliputi banyak masalah, seperti pandangan sesat, krisis sosial, degradasi moral, dan banyaknya aksi kejahatan. Dengan kondisi ini, tanpa ada kesadaran umat untuk meneladan Sang Buddha serta menyebarkan cinta kasih dan welas asih, umat pun tidak akan selamat.
Direktur Jenderal Bimbingan Masyarakat Buddha Kementerian Agama, Joko Wuryanto, pun mengatakan bahwa sikap kasih dan welas asih adalah sikap hidup Sang Buddha yang dapat menjadi sumber motivasi bagi umat Buddha dan bangsa Indonesia. Sikap ini dapat menjadi solusi untuk mengatasi berbagai persoalan kenegaraan, kebangsaan, dan kemasyarakatan dewasa ini.
Penulis | : | |
Editor | : | Bambang Priyo Jatmiko |
KOMENTAR