Kristal magma ternyata bisa dipergunakan untuk memprediksi letusan gunung api. Para peneliti dan vulkanolog dari University of Bristol, Inggris, menemukan hal ini setelah mengobservasi sisa letusan eksplosif Gunung St. Helens di Washington, yang terjadi 32 tahun lalu tepatnya pada 18 Mei 1980.
Dalam penelitian untuk mengungkap fakta-fakta baru seputar skala waktu praerupsi oleh Dr. Kate Saunders bersama-sama rekan peneliti lain ini, dilakukan penelitian dengan pendekatan forensik.
Mereka mengumpulkan jejak letusan yang tertinggal di sekitar gunung. Jejak tersebut berbentuk lingkaran terbentuk secara konsentris di sekeliling dapur magma, yang disebut zona kristal, serupa lingkaran tahun pada pohon.
"Lingkaran konsentris tersebut terisi kristal magma yang tumbuh bersamaan dengan berkembangnya aktivitas gunung," kata Dr. Saunders. Analisis kimia menunjukkan bukti bahwa tekanan magma memang meningkat seiring aktivitas. Dengan demikian, pertumbuhan kristal di dalam dapur magma yang berada di dasar gunung berapi seiring dengan kemungkinan terjadinya erupsi.
Ia menjelaskan lagi, setiap zona kristal memiliki komposisi kimia tertentu yang menandakan kondisi gunung pada setiap masa. Besar zona juga menandakan durasi pada tahapan pertumbuhan gunung.
"Kesimpulannya, pertumbuhan kristal semakin meningkat seiring naiknya aktivitas kegempaan dan pelepasan gas yang menjadi pertanda terjadinya letusan. Dan peningkatan pertumbuhan kristal terjadi beberapa bulan sebelum gunung meletus," ujarnya.
Banyak dari gunung berapi di dunia yang dimonitor karena aktivitas seismiknya perlu diwaspadai. Namun, permasalahan adalah umumnya pemantauan itu hanya melihat perubahan dari tanda-tanda luar permukaan, bukan proses yang terjadi di bawah gunung. Penelitian telah muncul dalam publikasi dengan diangkat sebagai isu di jurnal Science 25 Mei lalu.
Penulis | : | |
Editor | : | Palupi Annisa Auliani |
KOMENTAR