Arkeolog Ross Voss menemukan tulang belulang dalam jumlah besar di daerah Ashkelon, Israel. Awalnya, tulang-tulang tersebut diduga adalah tulang ayam.
Namun, fakta mengejutkan terungkap bahwa temuan tersebut merupakan tulang manusia. Dikutip dari Archaeology World, tulang-tulang itu merupakan tulang dari bayi yang baru lahir pada zaman Romawi.
Jumlahnya pun tidak main-main, bagian yang tersisa bertambah hingga mencapai lebih dari 100 bayi. Lalu, bagaimana bisa bayi-bayi meninggal dunia? Ross Voss memberikan bagian yang tersisa kepada antropolog forensik bernama Profesor Patrician Smith.
Patrician Smith kemudian menganalisis dan menetapkan bahwa tidak ada indikasi kalau bayi-bayi ini berusia lebih dari seminggu sebelum dibunuh. Dia juga menggunakan teknik pengujian forensik yang memungkinkannya untuk memastikan tidak ada bayi yang sehat ketika meninggal.
Pada era Romawi tindakan untuk membunuh bayi merupakan hal yang normal. Hal ini dilakukan sebagai bentuk pengendalian kelahiran. Bukan merupakan suatu tidak kejahatan, karena bayi dipandang bukan manusia sepenuhnya.
Penelitian menunjukkan bahwa bayi yang baru lahir itu sengaja dibunuh. Informasi mengenai hal ini diketahui dari lokasi ditemukannya tulang belulang. Berdasarkan investigasi, saluran pembuangan tempat ditemukannya bagian-bagian yang tersisa itu berada tepat di bawah tempat pemandian.
Konon, bayi-bayi ini lahir dari pekerja pemandian atau perempuan tuna susila. Namun, hal ini masih menjadi misteri, karena belum ada informasi tambahan terkait hal tersebut.
Sementara itu, dilansir dari The Raven Report, Ashkelon sendiri merupakan salah satu area dagang terpenting di dunia kuno. Sejarahnya sudah dimulai sejak 3500 SM, Ashkelon merupakan pelabuhan Mediterania yang digunakan dengan baik. Hanya saja, Ashkelon ditaklukan oleh berbagai penjajah, mulai dari Mesir Kuno, Yunani, Persia, Romawi, hingga akhirnya dihancurkan oleh Mamluk pada tahun 1270.
Bukan hanya Ashkelon, Israel, yang menjadi saksi dari adanya infanticilide atau praktik pembunuhan terhadap bayi-bayi yang tidak diinginkan pada zaman Romawi. Pada tahun 1912, penjaga Buckinghamshire County Museum di Inggris, Alfred Heneage Cocks, menemukan tulang-tulang dari 103 orang saat melakukan penggalian di Hambleden, Inggris.
Dari jumlah tersebut 97 di antaranya adalah bayi baru lahir, tiga orang anak-anak dan tiga orang dewasa. Namun, Cocks abai untuk melakukan penyelidikan lebih lanjut.
Nyaris satu abad sejak ditemukan pertama kali, Jill Eyers, seorang arkeolog dan direktur dari Chiltern Archeology di Inggris menemukan sisa tulang di arsip pusat sejarah.
Tulang belulang itu tersimpan dalam 35 kotak yang biasa digunakan untuk menyimpan rokok atau selongsong peluru. Satu kotak berukuran cukup besar untuk menyimpan kerangka satu bayi.
"Sangat menyayat hati, sungguh, ketika membuka kotak rokok ini dan menemukan bayi di dalamnya," kata Jill Eyers dilansir dari Archaelogy World.
Pada tahun 2011, Eyers dan Mays menerbitkan studi yang menyebutkan bahwa bayi-bayi ini merupakan korban pembunuhan. Dikutip dari Live Science, hal ini diketahui dari fakta pengukuran bahwa panjang tulang lengan dan kaki menujukkan semua bayi meninggal pada usia yang sama dengan waktu kelahirannya.
Source | : | Live Science,Archaeology World,The Raven Report |
Penulis | : | Maria Gabrielle |
Editor | : | Warsono |
KOMENTAR