Budayawan UGM Sutaryo bercerita sedikit tentang wajah lama Maliboro. Pada tahun 1970an, Malioboro memang benar-benar mencerminkan khas Yogyakarta. Setiap malam, seniman Yogyakarta akan berkumpul di emperan untuk berkreativitas. Waktu itu pula belum banyak bisnis berkembang. Jalanannya pun masih bersih dan belum ada kemacetan.
“Tidak bisa dipungkiri dengan berkembangnya zaman, Malioboro akan berubah. Meski perubahan itu ada, Malioboro tetap memperhatikan aspek sosio kultural,” katanya.
Mengembalikan wajah asli Malioboro memang tidak semudah membalikkan telapak tangan. Perlu kesadaran seluruh stakeholder untuk menjadikan Malioboro sebagai kawasan yang bersih, nyaman, dan ramah lingkungan.
Penulis | : | |
Editor | : | Bambang Priyo Jatmiko |
KOMENTAR