Mulai dari tahun 1990 hingga 2010, nyaris seluruh perkebunan kelapa sawit di Pulau Kalimantan memakan lahan hutan. Perkebunan sawit sekarang memiliki luasan 31.640 kilometer persegi. Meningkat sebanyak 300 persen sejak tahun 2000.
Demikian hasil penelitian terhadap industri kelapa sawit di Indonesia yang dipublikasikan dalam jurnal Nature: Climate Change. Para peneliti memperhitungkan, 47 persen perkembangan perkebunan kelapa sawit dari tahun 1990 hingga 2010 di Kalimantan mengorbankan hutan utuh. 22 persen lagi berasal dari hutan sekunder dan 21 persen berasal dari campuran antara hutan dan tanah perkebunan. Sisanya, hanya 10 persen perkebunan sawit yang berada di area non-hutan.
"Dengan informasi ini, kami bisa mengembangkan pembukuan rekening karbon yang kuat untuk mengukur emisi karbon dari pengembangan kelapa sawit," ujar Kimberly Carlson, mahasiswi program doktor di Universitas Yale, AS, dan juga pemimpin penelitian ini, Senin (8/10).
Berkurangnya luasan hutan ini berujung pada emisi karbon sebanyak 0,41 gigaton. Diingatkan para peneliti, jika hal ini tidak diatasi maka pada tahun 2020, sepertiga hutan di luar wilayah konservasi di Kalimantan akan menjadi perkebunan sawit. Menghasilkan emisi sebanyak empat kali lipat dari yang ada sekarang.
Beberapa usaha sudah dilakukan Pemerintah Indonesia untuk mengatasi kondisi hutan dan lahan gambut yang kritis. Salah satunya Inpres No.10/2011 yang berisi mengenai penundaan proses perizinan baru selama dua tahun terhadap hutan primer dan lahan gambut.
Tujuannya untuk pemanfaatan hutan lestari. Namun, Instruksi Presiden ini pun akhirnya menimbulkan pro-kontra. "Pemerintah Indonesia sudah memulai moratorium dengan pembiayaan bernilai miliaran dolar dari Norwegia. Namun, moratorium ini dikritik karena kurang kuat untuk mencegah deforestasi," tambah pernyataan peneliti.
Penulis | : | |
Editor | : | Kontributor Semarang, Nazar Nurdin |
KOMENTAR