Kejadian puting beliung diperkirakan akan meningkat intensitasnya seiring terus naiknya suhu bumi akibat perubahan iklim. Di Indonesia, jumlah kejadiannya mengalami kenaikan pesat sehingga mitigasi bencana menjadi sangat mendesak. Namun sampai saat ini, antisipasi bagi puting beliung sulit dilakukan.
"Karena skala dan waktu kejadian amat cepat, kejadian puting beliung sulit dipetakan," kata Edvin Aldrian, Kepala Pusat Perubahan Iklim dan Kualitas Udara Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) pada Senin (10/12) lalu.
Menurut Aldrian, peristiwa alam ini proses pembentukannya sangat cepat, tidak lebih dari satu jam. Begitu pula wilayah yang terkena dampaknya, sangat kecil atau lokal.
Kepala Pusat Data, Informasi, dan Humas Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Sutopo Purwo Nugroho mengutarakan, saat ini belum mampu diprediksi secara tepat kapan puting beliung terjadi. "Belum ada teknologi sistem peringatan dini tersebut, beda dengan siklon yang relatif mudah dideteksi," ujarnya.
Para ilmuwan bisa memantau siklon tropis, dengan satelit, karena umurnya dapat cukup panjang --berkisar antara satu minggu hingga sepuluh hari-- dan luasannya juga berskala besar sampai lingkup regional. Sutopo menambahkan, jaringan radar cuaca seperti C-band atau dopler pun bisa dimanfaatkan, meski ketersediaannya di Indonesia masih kurang.
Karakter tertentu
Aldrian menuturkan, puting beliung pun teridentifikasi memiliki karakteristik tertentu di setiap daerah. Misalnya, di Jakarta pada umumnya angin datang dari arah barat. Di daerah Ciputat dan Tangerang arah datang dari selatan atau tenggara.
Oleh sebab itu, untuk kebutuhan melakukan deteksi dini diperlukan juga penelitian mendalam mengenai fenomena-fenomena puting beliung. Kajian mengenai kejadian berbeda bisa membantu membuat prediksi akan potensi puting beliung di tiap wilayah lokasi. "Tapi penelitian terhadap puting beliung di Indonesia masih kurang pula," ungkapnya.
Statistik BNPB menyatakan, dalam sepuluh tahun terakhir angka puting beliung naik 28 kali lipat. Jika pada tahun 2002 hanya terjadi 14 kali, pada tahun 2006 terjadi 84 kali, pada tahun 2010 terjadi 402 kali, dan pada tahun 2011 telah ada 285 kejadian.
Penulis | : | |
Editor | : | Palupi Annisa Auliani |
KOMENTAR