Dalam pertemuan tingkat tinggi yang membahas konservasi badak di Singapura pada Maret 2013, diusulkan saran yang tidak biasa. Di mana akan ada peminjaman badak dari Malaysia ke Indonesia.
Ironis bagi Indonesia, badak yang dipinjamkan adalah badak sumatra (Dicerorhinus sumatrensis). Populasi terbesar dan habitat untuk berkembangbiak spesies ini harusnya berada di Sumatra. Namun, rusaknya hutan dan rentetan aktivitas yang tidak berkelanjutan oleh manusia, membuat populasi mereka di ujung kepunahan.
Meski demikian, usulan ini masih dalam tahap proses pengajuan proposal. Jika memang disetujui, maka beberapa badak sumatra milik Malaysia akan dipinjamkan ke fasilitas penangkaran di Tanah Air.
Laurentius Ambu, dari Sabah Wildlife Department menyatakan bahwa proposal itu akan diajukannya pada Pemerintah Malaysia. Ditambah masukan dari pakar badak mengenai rekomendasi terbaik untuk usaha konservasi spesies ini.
"Bila rekomendasinya meminjamkan badak antarnegara, maka biarlah. Ini adalah usaha terakhir kita untuk menyelamatkan spesies tersebut," ujar Ambu seperti dilansir dari Mongabay, Selasa (30/4).
Novianto Bambang Wawandono, Direktur Konservasi Sumber Daya Hayati dari Ditjen Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam (PHKA) Kementerian Kehutanan, menyatakan, Indonesia akan berkolaborasi dengan Malaysia untuk meraih tujuan yang sama.
Populasi badak sumatra menyusut dengan cepat tiap tahunnya. Saat ini, jumlahnya diprediksi kurang dari 100 individu yang tersebar di hutan Sumatra dan Kalimantan. Selain kehilangan habitat akibat deforestasi dan perkebunan, spesies ini juga sulit menemukan pasangan.
Sebab itulah beberapa pegiat lingkungan setuju dengan konsep menggabungkan badak yang ada di lokasi perlindungan. Ini juga disertai bantuan untuk berkembangbiak oleh manusia. Dikatakan John Payne, Direktur Eksekutif dari Borneo Rhino Alliance (BORA), kebun binatang ikut berperan dalam proses ini.
Di mana akan digunakan induk badak pengganti yang akan ditanami embrio badak sumatra. Induk pengganti ini tidak harus dari spesies badak yang sama. "Kita tidak hanya bergantung pada perkembangbiakan alami karena akan terlalu lambat untuk menghentikan target menuju (perburuan) nol badak," ujar Payne.
Penulis | : | |
Editor | : | Kontributor Semarang, Nazar Nurdin |
KOMENTAR