"Sudah lama saya bilang tidak ada piramida," ungkap Ali Akbar selaku ahli arkeologi dan Ketua Tim Terpadu Penelitian Mandiri untuk Gunung Padang pada Senin, 6 Mei 2013 di Fakultas Ilmu Budaya Universitas Indonesia, Depok, Jawa Barat.
Pemikiran bahwa Gunung Padang bukan sebuah piramida telah diyakininya sebelum dia bergabung dengan tim tersebut. "Temuan Tim Katastropik Purba bentukan Staf Khusus Presiden Bidang Bantuan Sosial dan Bencana—soal piramida—pada awal 2012 telah disanggah oleh sebagian besar arkeolog termasuk juga saya."
Ali mengamati bahwa setelah Tim Katastropik Purba bersinergi dengan Turangga Seta setahun silam, pembahasan situs Gunung Padang mulai dikaitkan dengan piramida tertua dan budaya atlantis. Dia juga mengingatkan bahwa penelitiannya tidak bertujuan untuk mencari keberadaan emas yang pernah disebutkan oleh Tim Katastropik Purba sebelumnya, melainkan untuk memeriksa lokasi situs berdasar kejanggalan yang ditemukan oleh ahli geologi lewat citra georadar dan geomagnetik.
Pada 26 April lalu Forum Pelestari Gunung Padang melayangkan petisi penyelamatan situs megalitik itu kepada Presiden. Tiga hari kemudian, Staf Khusus menghentikan sementara penelitian tim mandiri.
Guru Besar dan arkeolog senior dari Universitas Indonesia Noerhadi Magetsari, menilai petisi yang disampaikan Forum Pelestari Gunung Padang itu sangat tidak tepat. Pandangan Noerhadi, penelitian ilmu harus berkelanjutan, terlebih bidang arkeologi yang dapat diperbarui terus-menerus seiring temuan bukti baru. "[Petisi itu] dari segi ilmu tidak ada, dari segi pelestarian dan penyelamatan tidak ada. Sia-sia," ujarnya.
Ali tertawa ringan ketika mendengar informasi bahwa ada pihak yang menyayangkan penelitiannya tak memiliki izin. Dia langsung menunjukkan di layar notebook-nya dua salinan surat izin penelitian berkop resmi, satu dokumen dari Direktorat Pelestarian Cagar Budaya dan Permuseuman - Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, dan dokumen lainnya dari Pusat Arkeologi Nasional. Pun, Ali menambahkan bahwa izin dari bupati setempat telah diberikan.
"Sejak ditunjuk pihak Sekretariat Kabinet untuk menjadi bagian dari tim riset," ungkap lelaki berkaca mata itu, "saya menyanggupi dengan permintaan agar seluruh perizinan beres."
(Baca berita sebelumnya mengenai Gunung Padang dan polemik di dalamnya di sini)
Menanggapi tentang pendapat pihak lain bahwa metode penelitian timnya tidak benar, Ali justru menegaskan, semua arkeolog didoktrin berkewajiban melindungi situs. Metode yang digunakan timnya sesuai dengan kaidah standar penelitian arkeologi. "Organisasi profesi yang memutuskannya, sebagaimana dokter yang dituding malapraktik," katanya, "tanpa menempuh jalur tersebut dapat dikatakan tuduhan sepihak."
Dia menambahkan, penelitiannya menggunakan metode gabungan antara arkeologi dan teknologi pemindaian yang memungkinkan mendapatkan informasi tambahan sebelum ekskavasi. Timnya menggunakan analisis carbon dating untuk penentuan usia situs, georadar, dan geolistrik. Menurut Ali, teknologi ini bisa membantu penelitian lebih pasti (eksak), daripada penelitian terdahulu yang masih menggunakan metode lama.
Beberapa waktu lalu sejumlah pihak mengkhawatirkan “Operasi Kemuliaan Merah Putih” yang merekrut relawan untuk membantu penelitian Gunung Padang. Berkait hal ini, Ali menerangkan bahwa rencananya ada 100 arkeolog untuk mengekskavasi. Jumlah tersebut masih ditambah sekitar 400 relawan lain dari beragam unsur masyarakat yang nanti bisa berkontribusi untuk riset sesuai bidang masing-masing.
Ali juga menyatakan operasi yang sedianya diadakan pada 11 - 12 Mei tersebut ditunda akibat berkembangnya perdebatan terhadap hal ini. "Saya punya tanggung jawab moril untuk menjaga tidak timbul kisruh lebih banyak, tapi apa yang dituduhkan tidak terbukti," paparnya. "Kami tidak jadi soal penelitian diambil alih di bawah koordinasi satu lembaga Arkenas, bahkan kami siap membantu jika diperlukan."
Ali merekomendasikan zona inti Gunung Padang seluas hingga 150.000 meter persegi. Cakupan tersebut berdasar penelitian Ali dan timnya yang menemukan struktur batu di luar kawasan zona inti, yang sudah ditetapkan sebelumnya lewat Keputusan Mendikbud No.139/M/1998 yaitu seluas 3.094,59 meter persegi.
"Kembalikanlah [Gunung Padang] ini ke relnya. Harus di ranah ilmiah. Riset bisa dibalas [dibantah] melalui riset," ucap Ali.
Karena, menurut Ali, petisi itu tidak bisa diberlakukan untuk ranah ilmu pengetahuan. Dia juga mengutarakan, sudah lama terbuka dengan ajakan duduk berembuk dengan para ilmuwan lain, bahkan untuk mengerjakan penelitian bersama.
Penulis | : | |
Editor | : | Palupi Annisa Auliani |
KOMENTAR