Marina Bay, lokasi wisata andalan Singapura, tidak nampak indah beberapa hari belakangan. Senin sore (17/6), gedung pencakar langit kebanggaan tetangga Indonesia itu diselimuti asap.
Ya, beberapa hari ini Singapura memang tertutup kabut asap. Hanya dalam waktu tiga jam, kadar Pollutant Standards Index (PSI) mencapai rekor baru di angka 155. Ini jauh di atas angka normal 100, sekaligus jadi level tertinggi sejak musibah sama menimpa Singapura pada 1997.
Dalam pernyataan resminya, National Environment Agency Singapura menyebut bahwa asap ini berasal dari asap pembakaran di Pulau Sumatra. Mereka mendesak agar Pemerintah Indonesia melakukan "langkah-langkah mitigasi untuk mengurangi asap lintas batas".
Menteri Lingkungan Singapura Vivian Balakrishnan menyatakan, "Sudah terlalu lama, kepentingan komersil di Indonesia diizinkan melebihi kepentingan lingkungan," Selasa (18/6).
Namun, pihak Indonesia, seperti dikutip dari AFP, menolak tanggung jawab ini karena juga ada peran Singapura di musibah asap tersebut. "Teknik tebang bakar digunakan karena [metode] membersihkan lahan paling murah. Dan ini tidak hanya digunakan oleh para petani lokal, tapi juga para pekerja perusahaan kelapa sawit, termasuk perusahaan Singapura dan Malaysia," kata Sekretaris Jenderal Kementerian Kehutanan Hadi Daryanto.
Sejarah berulang
Musibah asap karena pembakaran hutan pertama kali terjadi pada tahun 1997 - 1998. Asap merayapi wilayah Indonesia, Malaysia, Singapura, Brunei Darussalam, dan selatan Filipina.
Selain menimbulkan kerugian lingkungan, negara-negara ini alami kerugian ekonomi sebesar US49,3 miliar. Sektor pariwisata lumpuh dan sekitar 20 juta orang terpapar penyakit yang berhubungan dengan pernapasan. Dan, meski belum ada bukti kuat, musibah ini juga disalahkan atas kecelakaan pesawat dan laut.
Hebatnya musibah ini hingga Malaysia bergerak sendiri dengan mengirimkan pemadam kebakaran ke beberapa titik api di Indonesia. Meski timbulkan kontroversi, kehadiran mereka cukup berperan besar dalam proses pemadaman api.
Penulis | : | |
Editor | : | Kontributor Semarang, Nazar Nurdin |
KOMENTAR