Bangunan yang saat ini berdiri merupakan bangunan baru berangka beton yang sebagian didesain menjulang berlantai dua. Lokasinya di kawasan pinggiran Cisadane di Pasar Baru, Tangerang. Mungkin banyak penanda usia Boen San Bio turut lenyap, sehingga Agni pun tak menemukan simbol orisinal yang berkaitan dengan tahun berdiri, maupun makna klenteng ini.
Dia hanya menyaksikan lukisan raksasa—tampaknya baru—di dinding belakang yang bertema bentang keasrian alam dengan gunung menghijau nan menjulang di langit membiru. Gunung itu mengalirkan air ke sebuah telaga yang di tepinya berdiri rumah sederhana beratap rumbia. “San itu artinya gunung,” ujarnya.
Masih di tepian kelokan Cisadane, namun nun jauh di sisi selatan Tangerang, terdapat klenteng tua Boen Hay Bio. Klenteng ini berdiri pada 1694, berlokasi di Serpong, Tangerang. “Ada patung kepiting di gapura depannya,” ungkap Agni sembari mengenang kunjungan pertamanya beberapa tahun lalu.
“Tiga klenteng tadi membentuk satu garis lurus,” katanya. “Saya sudah membuktikannya.” Jika tiga klenteng—Boen San Bio, Boen Tek Bio, Boen Hay Bio—dihubungkan dengan garis imajiner, terbentuklah satu garis lurus yang rentang jaraknya sekitar 16 kilometer.
Dalam budaya Cina, menurut Agni, seseorang yang akan mendirikan bangunan selalu melihat fengsui. Mereka selalu mengkaji letak bangunan atau rumah yang dianggap mempunyai pengaruh baik atau buruk pada manusia yang menghuni atau hidup di sekitarnya. Beberapa aspek yang kerap menjadi perhatian adalah gunung dan laut.
“Gunung adalah sumber air yang mengalirkan sungai-sungai,” kata Agni. “Laut adalah berkah karena kumpulan urat-urat naga.” Lantaran Pasar Lama jauh dari sosok gunung dan laut, maka dibuatlah imaji gunung dan imaji laut. “Boen San Bio melambangkan gunung, Boen Hay Bio melambangkan laut,” ujarnya. “Nah, [di tengah-tengah] Boen Tek Bio adalah naganya.”
“Ada harapan di setiap nama klenteng,” kata Agni mengingatkan.
Kata “Boen” bisa bermakna peradaban, kelemahlembutan, kesopanan, atau kebaikan. Jadi, Boen San Bio, menurut tafsir Agni, merupakan kuil yang mengharapkan kebaikan setinggi gunung. Sementara, Boen Hay Bio, kuil yang mencita-citakan kebaikan seluas samudra.
“Kalau daerah itu ideal dan sesuai dengan kaidah fengsui, berarti aman untuk ditinggali.” Selain sebagai tempat beribadah, klenteng itu juga mempunyai fungsi sosial sebagai tempat komunitas berkumpul dan menyelesaikan masalah.
Masyarakat pendiri Boen Tek Bio sangat sadar akan arti pentingnya klenteng, sehingga mereka harus mencari tempat yang menurut mereka ideal. “Klenteng menyatukan banyak komunitas,” kata Agni. “Dan, stabilitas daerah itu ada di klenteng.”
Penulis | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
Editor | : | Silvita Agmasari |
KOMENTAR