Anak perempuan selalu dikaitkan dengan boneka barbie dan terjebak dalam streotipe kurang menguntungkan yang merujuk bahwa mereka tidak dapat bergelut dengan matematika dan ilmu pengetahuan.
Peneliti mengungkapkan bahwa mereka telah terbawa pada mitos, akan tetapi perjuangan agar perempuan diakui dan mumpungi dalam bidang ilmu pengetahuan, teknologi, pembangunan, dan matematika terus dilakukan. Berikut beberapa mitos tentang perempuan dan ilmu pengetahuan:
Perempuan tidak tertarik pada ilmu pengetahuan
Mitos: Dari mulai menginjakkan bangku di sekolah, kebanyakan perempuan kurang minat terhadap ilmu pengetahuan dibanding laki-laki.
Realita: Saat bangku Sekolah Dasar, sama halnya dengan anak laki-laki, anak perempuan juga memiliki sikap positif terhadap ilmu pengetahuan. Studi teranyar menunjukkan saat kelas 4,66 persen anak perempuan dan 68 persen anak laki-laki mengaku menyukai ilmu pengetahuan.
Namun ketika siswa kelas 2 diminta menggambar seorang ilmuwan, kebanyakan mereka menggambar sosok laki-laki dengan jas putih yang sedang bekerja di laboratorium. Ada beberapa yang menggambar sosok ilmuwan wanita namun terlihat kurang menarik dan kurang bahagia.
Stereotipe makin melekat ketika penelitian terhadap kelas 8, di mana terlihat bahwa anak laki-laki dua kali lipat lebih tertarik berkarier di bidang ilmu pengetahuan, teknologi, teknik, dan matematika dibanding perempuan. Para perempuan yang meneruskan pendidikan dan memiliki gelar di dunia ilmu pengetahuan, teknologi, teknik dan matematika dua kali lipat lebih meninggalkan pekerjaan di bidang teknik dan ilmu pengetahuan jika dibandingkan dengan laki-laki dengan gelar yang sama.
Mematikan pria
Mitos: Intervensi kelas untuk meningkatkan minat anak perempuan pada bidang ilmu pengetahuan memiliki risiko mematikan anak laki-laki.
Realitas: Sebenarnya para pendidik menemukan cara intervensi untuk meningkatkan minat perempuan pada bidang ilmu pengetahuan dan hal tersebut juga meningkatkan minat pada anak laki-laki di dalam kelas. Ketika anak perempuan diperlihatkan gambar sosok ilmuwan perempuan dan diberikan masukan dan pengertian bahwa mereka bisa menjadi seperti sosok digambar. Tujuannya memberikan pesan bahwa "Saya dapat melakukannya." Ternyata, anak laki-laki pun juga menangkap pesan tersebut dan merasa disemangati.
Prasangka yang berlebihan
Mitos: Guru matematika dan ilmu pengetahuan tidak lagi bias terhadap anak laki-laki
Realita: Pada kenyataanya, para guru masih sering berinteraksi terhadap siswa laki-laki dibandingkan dengan perempuan dalam hal ilmu pengetahuan dan matematika. Seorang guru lebih banyak membantu siswa laki-laki dalam melakukan percobaan dengan menjelaskan bagaimana melakukannya.
Sedangkan ketika seorang perempuan meminta bantuan guru saat ingin melakukan percobaan sederhana, guru meninggalkan gadis itu dan lebih memilih menyaksikan daripada membantu melakukannya.
Bersambung ke tautan ini.
Penulis | : | |
Editor | : | Andri Donnal Putera |
KOMENTAR