Indrawan menjelaskan ada lima hal yang dibutuhkan untuk menjaga keanekaragaman hayati, yang sekaligus mengembangkan kearifan lokal.
Pertama, kelompok petani harus terus dapat bercocok tanam pada lahan hutan negara. Dengan melibatkan petani, tentunya dapat memberikan timbal balik terhadap pengelolaan pelestarian hutan, dan perlindungan jasa-jasa lingkungan.
Kedua, memberikan permohonan ijin pada desa supaya dapat mengelola kawasan hutan di sekitarnya. Masyarakat desa juga patut berfokus pada pengelolaan kelestarian, dan menerapkan praktik pengelolaan secara adat.
Ketiga, mendorong masyarakat untuk mengembangkan perkebunan kayu di kawasan hutan. Cara ini bisa memberikan pasokan kayu berkelanjutan pada kebutuhan.
Keempat, mewajibkan pemegang konsesi seperti BUMN dan swasta agar memberikan hak akses bagi masyarakat setempat. Dengan bermitra, masyarakat lokal bisa berhak untuk memanen hasil hutan non-kayu, dan perusahaan pada hasil hutan kayu.
Terakhir, perlunya pengakuan atas keberadaan hutan adat yang harus dikelola pihak adat itu sendiri.
Baca Juga: Masyarakat Adat, Upaya Melindungi Lingkungan Sebagai Warisan Leluhur
Kelima cara ini sedang digadangkan lewat Program Kampung Iklim (ProKlim) oleh KLHK. Program ini menawarkan partisipasi pemuda dari beragam keilmuan dan kemampuannya agar bisa saling berkolaborasi, seperti disiplin biologi, farmasi, antropologi, ekonomi, hingga hukum.
"Kolaborasi kalau di ProKlim itu ada Dinas Lingkungan Hidup," terang Indrawan mengajak anak muda untuk menjadi relawan menjaga keankearagaman hayati.
"Jadi pergi saja ke Dinas Lingkungan Hidup, ProKlim desa mana, [lalu] pergi ke desanya. [Cari] Apa yang bisa dibantu, mau bantu taman apotek hidup kek, mau bikin biogas kek. Terserah saja. Ada begitu banyak kesempatannya."
Penulis | : | Afkar Aristoteles Mukhaer |
Editor | : | Warsono |
KOMENTAR