Ketika PD II masih berkecamuk upaya Sekutu untuk mengalahkan pasukan Nazi Jerman diusahakan dengan segala cara. Inggris yang saat itu mengalami kerugian besar dan trauma akibat pengeboman besar-besaran terhadap London oleh pesawat-pesawat Luftwaffe juga berusaha mencari celah guna melancarkan serangan balasan langsung ke tanah Jerman.
Para petinggi angkatan udara Inggris (RAF) akhirnya menemukan target spesifik yang berada di Jerman, yakni sejumlah waduk atau dam yang menjadi urat nadi bagi industri militer dan perekonomian Nazi Jerman. Sejumlah waduk yang berada di Jerman merupakan sumber energi listrik bertenaga air dan sarana pendingin bagi pabrik baja yang saat itu sedang gencar memroduksi persenjataan berat militer Nazi Jerman serta infrastruktur lainnya.
Jika dam-dam itu bisa dijebol melalui serangan udara RAF, Nazi Jerman akan mengalami kerugian besar dan terhambat untuk memroduksi persenjataan militernya.
Baca juga: Manusia Purba Juga Mewarnai, Krayon Berusia 10.000 Tahun Ini Buktinya
Akan tetapi, untuk menghancurkan sejumlah waduk merupakan hal yang tidak mudah. Dari pengintaian dan pemotretan udara yang dilakukan RAF kesulitan yang harus dihadapi terpapar dengan jelas.
Hampir semua waduk di Jerman berada di posisi yang sulit untuk diserang dari udara. Selain itu, dinding-dinding waduknya sangat tebal dan dilindungi jaring antitorpedo, juga dijaga oleh regu-regu operator meriam antiserangan udara, flak.
Namun demi menyukseskan operasi penghancuran sejumlah waduk di Jerman yang kemudian dikenal sebagai Operation Chastise, RAF berusaha mewujudkan dengan cara yang sangat istimewa. Keistimewaan operasi ini dimulai dari penggunaan skadron pilihan, penggunaan pesawat pengebom Avro Lancaster yang sudah dimodifikasi secara khusus.
Awak pesawat dipilih dari berbagai negara (Kanada, AS, Selandia Baru, Inggris), taktik yang dikerahkan juga khusus, dan menggunakan bom yang dirancang khusus. Sesuai rencana serangan akan dilancarkan malam hari saat bulan purnama ketika air danau berada pada posisi puncaknya.
Skadron yang bertugas untuk melancarkan Operation Chastise adalah 617 Squadron RAF dan menginduk kepada No 5 Group yang sat itu dipimpin oleh Commander in Chief Bomber Command, Air Marshal Sir Arthur Harris. Tugas untuk menghancurkan waduk-waduk Jerman dipimpin oleh Wing Commander yang cukup kontroversial, Letnan Penerbang Guy Gibson.
Pilot tangguh 617 Squadron yang lahir di India itu merupakan pilot muda (26 tahun) yang sudah memiliki tiga anak. Awalnya Gibson tidak diterima ketika ingin bergabung dengan RAF. Tapi kerena RAF membutuhkan banyak pilot demi mendukung perluasan kekuatannya, Gibson akhirnya diterima sebagai calon pilot.
Setelah lulus sekolah terbang dan mendapat wing pada bulan Mei 1937, Gibson terpilih sebagai pilot pesawat pengebom dan kemudian bertugas di 83 Bomber Squadron yang berpangkalan di kawasan Turnhouse dekat Edinburgh. Di pangkalan ini Gibson menerbangkan pesawat Hawker Hind. Sebagai pilot Gibson dikenal sebagai sosok yang terlampau percaya diri sehingga tidak memiliki teman dan kemudian mendapat julukan Boy Emperor.
Pada musim semi 1938, 83 Bomber dipindahkan ke Scampton dan para awaknya kemudian berlatih terbang menggunakan pesawat pembom bermesin kembar, Handley Page Hampden. Meskipun Gibson hanya dikenal sebagai penerbang dengan pretasi rata-rata berkat keberaniannya, para intruktur memberikan nilai cukup mumpuni.
Ketika pecah PD II dan Nazi Jerman mulai menyerbu Norwegia, 83 Bomber mulai dilibatkan dan bertugas menjatuhkan ranjau darat di kawasan Kattegat dan Skagerrak. Tak hanya kawasan Norwegia, pesawat-pesawat 83 Bomber juga melancarkan serangan ke Jerman dan aksi para pilot 83 Bomber itu dikenal sebagai tindakan nekad sekaligus berani mengingat kekuatan Luftwaffe masih berada di puncaknya.
Berkat serangan berani mati itu para pilot 83 Bomber kemudian mendapatkan penghargaan Distinguised Flying Cross. Tapi aksi yang paling berani adalah yang dilaksanakan Gibson sewaktu 83 Bomber mendapat tugas untuk menjatuhkan bom kepada sejumlah target di Berlin. Sejumlah pilot 83 Bomber ternyata gagal menemukan sasaran, namun Gibson berhasil menerbangkan pesawatnya menuju sasaran dan sukses menghancurkan target. Berkat bakat alami dan keberanian itulah Gibson yang mulai memiliki sejumlah teman di 83 Bomber dipercaya untuk memimpin serangan menghancurkan sejumlah waduk di Jerman, Operation Chastise.
Persiapan
Ketika dibentuk, 617 Squadron yang beranggota 21 pilot pilihan berasal dari No 5 Group Squadron dan ditempatkan di pangkalan udara Scampton. Bersama para rekan-rekannya di 617 Squadron, Gibson mengalami perubahan total karena bisa menjadi sosok periang, ramah, dan akrab dengan para koleganya. Tugas Gibson adalah melatih para anak buahnya terbang pada ketinggian rendah kadang-kadang hampir menyentuh permukaan laut.
Baca juga: Apa Bedanya Meninggal dengan Mata Tertutup dan Terbuka?
Latihan terbang rendah menggunakan pesawat Avro Lancaster dilaksanakan siang dan malam. Latihan terbang rendah dilaksanakan seuai standar tertentu dan bagi para pilot yang tidak bisa melakukannya akan segera dikeluarkan dari 617 Squadron. Ada dua pilot yang kemudian gagal memenuhi syarat terbang rendah dan segera ditransfer ke unit lain. Gibson pun cepat-cepat mencari penggantinya untuk dilatih secara spartan.
Penulis | : | |
Editor | : | Palupi Annisa Auliani |
KOMENTAR