Pada 26 Desember 2004 terjadi gempa Sumatera yang menyebabkan tsunami dan merenggut banyak jiwa. Dampaknya tidak hanya terbatas dalam wilayah Indonesia, melainkan juga meluas hingga wilayah pesisir pantai negara-negara tetangga, seperti Malaysia, Thailand, bahkan mencapai India, Sri Lanka, dan Afrika Timur.
Tsunami dahsyat yang menimpa sembilan tahun lampau itu meninggalkan duka mendalam—bahkan trauma masih membayang sampai sekarang— tapi bukan hanya itu. Bencana tsunami Aceh meninggalkan pula pengalaman darimana kita seharusnya belajar apa yang perlu dilakukan ketika tsunami. Paling tidak, bagaimana menyelamatkan diri dan bagaimana bertindak tepat untuk mengatasinya.
Sebab pengetahuan kearifan tsunami tidak dapat dimengerti hanya dari fakta ilmiahnya saja. Berikut merupakan ringkasan beberapa pengetahuan dasar tsunami dan pokok-pokok mendasar yang perlu diperhatikan terkait kesiapsiagaan tsunami.
Kecepatan tsunami yang sangat cepat, sehingga kadang tidak punya cukup waktu untuk menghindarinya.
Tsunami akan datang secara berulang.
Gelombang tsunami pertama tidak selalu merupakan yang tertinggi.
Tsunami tidak selalu terjadi dimulai dengan adanya gelombang tarik.
Setelah terjadi gempa besar perlu berhati-hati terhadap tsunami. Sebaliknya, meski guncangan kecil pun, ada kemungkinan terjadi tsunami.
Tsunami yang telah naik ke daratan akan menyeret dan menyapu semua yang ada sambil membawa berbagai serpihan bangunan dan mobil.
Sulit untuk menyelamatkan diri meskipun kaadang tsunami hanya setinggi 50 sentimeter, yang menyebabkan adalah karena kaki akan tertarik keras oleh arus tsunami.
Tsunami akan menyisiri sungai masuk hingga ke pedalaman. Tsunami yang masuk ke dalam teluk akan memiliki pergerakan gelombang yang kompleks.
Jika masuk ke pesisir pantai yang dangkal, kecepatan tsunami akan semakin melambat. Namun ketinggiannya semakin tinggi.
Tsunami mungkin saja akan terjadi, meskipun lokasi gempa terjadi di tempat yang sangat jauh..
Perlu membiasakan diri untuk senantiasa memikirkan ke mana harus mengungsi saat terjadi tsunami.
Untuk menyelamatkan diri, berjalan atau berlari lebih baik, karena menggunakan kendaraan akan timbul kemacetan dan sulit bergerak. Namun, kadang menggunakan kendaraan juga diperlukan.
Kita perlu waspada dengan bunyi sirene peringatan tsunami, akan tetapi tidak perlu menunggu perintah pengungsian untuk mengungsi. Orang-orang perlu memutuskan sendiri—dengan cepat—untuk mengungsi dari tsunami.
REKOMENDASI HARI INI
Lewat Telur Purba, Peneliti Ungkap Besarnya Peran Ayam dalam Peradaban
KOMENTAR