Di tangan orang-orang kreatif, sampah plastik bisa diolah menjadi produk siap pakai bernilai jual tinggi. Seperti dilakukan Baron Noorwendo di Kampung Pitara, Pancoran Mas, Depok, Jawa Barat.
Ide ini didapat setelah Baron melihat banyak sampah plastik di lingkungan sekitar rumahnya. Dari situ Baron terpikir untuk mengolah limbah sampah itu agar menjadi produk bernilai jual.
"Ditambah lagi, lingkungan sekitar saya banyak warga kurang mampu. Kebanyakan mereka berprofesi sebagai kuli bangunan dan tukang ojek," kata Baron.
Lantaran ekonomi keluarga kurang mampu, banyak juga anak-anak putus sekolah. Baron pun terdorong untuk membantu meningkatkan taraf ekonomi masyarakat melalui sampah.
Pada 2009, ia bersama isterinya Sri Wulan Wibiyanti merintis usaha pengolahan sampah dengan mendirikan Bank Sampah Warga Peduli Lingkungan (WPL). "Awalnya sempat dicemooh karena dianggap tidak berguna," kenang Baron.
Baron memulai usaha ini ini dengan melibatkan masyarakat miskin di lingkungan rumahnya. Ia pun menyalurkan pengetahuan daur ulang sampah dengan menggelar pelatihan membuat kerajinan dari sampah.
Kegiatan pelatihan itu diikuti oleh sekitar 70 orang warga. Dari pelatihan itu, warga pun termotivasi untuk mengolah sampah. Mereka diberi keterampilan mengolah sampah menjadi produk siap pakai, seperti dompet, tas, tempat pensil, hingga replika kendaraan.
Hingga saat ini, tidak kurang dari ratusan warga turut terlibat dalam usaha tersebut. Dalam satu keluarga biasanya sudah ada pembagian kerja. "Sang ibu yang bikin kerajinan, bapak dan anaknya yang mengumpulkan sampah," kata Baron.
Bahan baku sampah itu terdiri dari bekas bungkus kopi, deterjen, sampo, kardus dan botol plastik. Mereka memproduksi kerajinan di rumah masing-masing. Setelah menjadi produk kerajinan lalu disetor ke Baron untuk dijual.
Baron sendiri sudah memiliki pelanggan tetap yang menampung produk daur ulang sampah itu. Harga jual produk dari sampah ini dibanderol mulai Rp 25.000 hingga Rp 65.000.
Hasil penjualan kemudian dibagi. Dengan rincian, 70% diberikan ke perajin, dan 30% sisanya buat membeli limbah sampah. Oleh Baron, bahan baku sampah itu lalu dibagikan lagi ke para perajin.
Atas jerih payahnya mengembangkan perekonomi warga melalui sampah, Baron kini banyak diundang mengisi pelatihan. Beberapa kali ia diundang lembaga swadaya masyarakat hingga universitas.
Pemerintah Kota Depok juga mulai melirik usahanya ini. "Tahun lalu Pemerintah Depok memberangkatkan isteri saya ke Jepang guna mengikuti pelatihan pengelolaan sampah," ujarnya.
Penulis | : | |
Editor | : | Kontributor Singapura, Ericssen |
KOMENTAR