Namun Labate menulis bahwa tidak semua orang bisa makan seperti itu. Menurutnya, kelas sosial pasti memainkan peran dalam makanan yang tersedia untuk masing-masing individu.
"Orang-orang Romawi biasa tidak mampu makan daging dan makanan eksotis yang mahal dari provinsi-provinsi tersebut. Mereka sering makan bubur yang terbuat dari emmer, garam, lemak, dan air (puls) dengan roti yang diberi sedikit garam," jelas Labate lagi.
"Orang-orang Romawi yang lebih kaya makan bubur yang sama tetapi menambahkan sayuran cincang, daging, keju, dan berbagai bumbu ke dalamnya. Roti adalah makanan pokok di Romawi kuno yang sering dimakan dengan madu, zaitun, keju atau telur," tuturnya dengan menambahkan bahwa orang-orang Romawi juga mencelupkan roti mereka ke dalam anggur.
Baca Juga: Hasil Studi Pola Makan Penduduk Kota Kuno Herculaneum, Italia
Adapun terkait garum yang ditemukan di Neapolis ini, Pompeii Food and Drink pernah menjelasakan bahwa makanan itu dibuat dengan menghancurkan dan memfermentasi isi perut ikan seperti tuna, belut, teri, dan makarel ke dalam air garam.
"Karena produksi garum menimbulkan bau yang tidak sedap, sisa fermentasinya dibuang ke pinggiran kota. Produk jadinya cukup lembut dan halus, dan dicampur dengan anggur, cuka, merica, minyak, atau air untuk meningkatkan cita rasa banyak hidangan," tulis Pompeii Food and Drink.
Yang menarik, garum mirip dengan saus ikan yang digunakan saat ini dalam masakan Thailand dan Vietnam. Dengan semakim banyaknya restauran makanan Thailand dan Vietnam di berbagai negara di dunia, mungkin cita rasa garum ini akan menjadi selera yang akan kembali digemari masyarakat modern juga.
Source | : | ancient origins,Phys.org |
Penulis | : | Utomo Priyambodo |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR